BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
memerlukan komunikasi antar pribadi dalam hubungan sosialnya, karena manusia
merupakan makhluk sosial yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya. Namun
tidak selamanya komunikasi antar pribadi itu dapat berlangsung dengan baik,
sehingga dalam komunikasi antar pribadi tersebut di butuhkan suatu teori-teori
untuk mengembangkan komunikasi antar pribadi yang telah ada.
Teori-teori
komunikasi antar pribadi yang ada umunya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk
dan sifat hubungan (relationships), percakapan (discourse), interaksi dan
karakteristik komunikator.
Berkomunikasi
disetiap situasi itulah hal yang sering kita lakukan dan pasti kita lakukan.
Karena manusia sebagai mahluk sosial tak luput dari komunikasi. Suatu proses
penyampaian pesan dari sumber terhadap penerima pesan bisa melalui perantara
atau media dengan adanya efek-efek atau timbal balik. Dalam konteks komunikasi
beragam adanya salah satunya adalah Komunikasi Antar Pribadi. Dimana proses komunikasi
yang terjadi antar individu-individu dan biasanya terjadi antara dua orang
secara langsung.
Komunikasi
antar pribadi merupakan suatu proses komunikasi antara pribadi ataupun antar
perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (tanpa
medium) maupun tidak langsung (melalui medium). Kegiatan-kegiatan seperti
percakapan tatap muka (face to face communication), percakapan melalui telepon,
surat menyurat pribadi, merupakan contoh-contoh komunikasi antar pribadi.
Dengan
adanya komunikasi antar pribadi penyesuaian yang terjadi hanya bila komunikator
menggunakan sistem isyarat yang sama. Dengan itu, bagaimana kita untuk selalu
mampu menyesesuaikan agar terciptanya kesamaan makna. Agar dalam penyesuaian
tersebut seseorang dapat memperhatikan individu yang sedang berbicara, sehingga
apa yang dibicarakan dapat dipahami maksud dari yang dibicarakan. Oleh karena
itu, penyusun membuat makalah dengan judul teori pengembangan komunikasi antar
pribadi.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengaruh pandangan proses terhadap komunikasi antar pribadi?
2. Bagaimana
menganalisis hubungan sosial berdasarkan perspektif pertukaran dalam komunikasi antar pribadi?
3. Mengapa
FIRO sangat penting dalam memenuhi kebutuhan berkomunikasi?
C. Tujuan
1. Agar
pembaca dapat mengetahui pengaruh pandangan proses komunikasi antar pribadi.
2. Dengan
adanya analisis dapat di ketahui hubungan sosial yang di lakukan dengan cara
baik dan benar.
3. Setiap
individu dalam komunikasi paham akan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan dalam
FIRO.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori-teori
pengembangan komunikasi antarpribadi antara lain sebagai berikut :
1. Pandangan
Proses
Pokok pikiran Duck dan Sants (1983)
mengemukakan bahwa kualitas dan keaslian dari suatu hubungan antar pribadi
dapat diramalkan dari pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan komunikasi kita
bukan dalam kelompoknya melainkan keadaan pribadi sendiri. Dengan proses peramalan yang
dilakukan antara komunikator dengan komunikan maka secara tidak langsung
hubungan antarpribadi tersebut dapat diperkirakan keaslian maupun kepalsuannya.
Komunikasi
sebagai prosos, karena merupakan aktivitas yang dinamis, yang terus berlangsung
secara bersinambung sehingga terus mengalami perubahan, seperti dari
komunikator mengirimkan pesan melalui media, kepada seorang komunikan dengan
dampak tertentu yang berbeda-beda namun saling berkaitan.
Proses Komunikasi dalam
Pembelajaran
Komunikasi merupakan suatu proses, bukan sesuatu yang bersifat
statis. Komunikasi memerlukan tempat, dinamis, menghasilkan perubahan dalam
usaha mencapai hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkan suatu
kelompok. Terkait dengan proses pembelajaran, komunikasi dikatakan
efektif jika pesan yang dalam hal ini adalah materi pelajaran dapat diterima
dan dipahami, serta menimbulkan umpan balik yang positif oleh mahasiswa.
Komunikasi efektif dalam pembelajaran harus didukung dengan keterampilan
komunikasi antar pribadi yang harus dimiliki oleh seorang dosen. Komunikasi
antar pribadi merupakan komunikasi yang berlangsung secara informal antara dua
orang individu. Komunikasi ini berlangsung dari hati ke hati, karena diantara
keduabelah pihak terdapat hubungan saling mempercayai. Komunikasi antar pribadi
akan berlangsung efektif apabila pihak yang berkomunikasi menguasai
keterampilan komunikasi antar pribadi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan
suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan
peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini
sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang
memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas
yang sehat dan efektif terletak pada tangan pengajar. Keberhasilan pengajar
dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam
melakukan komunikasi ini.
Pembelajaran sebagai subset dari proses pendidikan harus mampu
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada
ujungnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan, maka dalam
proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang mampu
memberikan kefahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi
belajar.
Komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi
pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik,
dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang
telah ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Pengajar adalah
pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang
efektif dalam pembelajaran, sehingga dosen sebagai pengajar dituntut memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang
efektif.
2. Perspektif
Pertukaran
Teori ini
dikembangkan oleh psikolog sosial seperti (Blau, 1964: Burges & Houston,
1979: Kelley & Thilbout, 1978) yang intinya menyatakan bahwa dalam
menganalisis hubungan sosial berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diterima
oleh masing-masing orang yang berhubungan. Menurut teori ini, bahwa seseorang
akan memilih teman yang dapat memberikan ganjaran atau keuntungan yang sebesar-besarnya.
Ganjaran
merupakan segala sesuatu yang diperoleh oleh seseorang dalam berhubungan.
Ganjaran ada yang bersifat material, psikologis, dan sosial. Ganjaran yang
bersifat material, seperti mendapat uang, barang-barang tertentu, contohnya
Tata lebih memilih untuk berteman dengan Rani dibanding dengan Dewi, karena
pada saat jam istirahat Rani sering mentraktirnya makan siang di kantin.
Ganjaran yang bersifat psikologis seperti dicintai, dihargai, dipuji dan lain
sebagainya, contohnya Nana lebih memilih untuk berteman dekat dengan Sofi,
karena Sofi selalu menghargai pendapatnya dan memujinya apabila ia meraih suatu
kesuksesan, dan hal itu membuat Nana merasa nyaman berteman dengannya. Ganjaran
yang bersifat sosial seperti diterima dalam kelompok/ dalam bermain, dll.
Contohnya Rana lebih memilih masuk dalam kelompok latihan menari karena ia
merasa dirinya diterima dalam kelompok tersebut dan diakui bakatnya, bila
dibandingkan saat ia mencoba memasuki kelompok latihan menyanyi. Dengan
ganjaran-ganjaran tersebut maka hubungan sosial antara seseorang dengan yang
lain cenderung meningkat dan lebih akrab.
Disamping
ganjaran dalam berhubungan dengan orang lain, mungkin kita akan mendapat
kerugian. Hubungan dikatakan memberi kerugian apabila bentuk hubungan tersebut
dapat mendatangkan kerugian seperti: memakan waktu, tenaga terlampau banyak,
menimbulkan pertentangan. Contohnya, kita mempunyai teman yang inginnya selalu
mengajak kita untuk jalan-jalan dan shopping setiap hari, maka hubungan kita
itu akan merugikan kita, kita banyak membuang-buang waktu hanya untuk hal yang
tidak penting, padahal tugas utama kita yaitu belajar, tetapi kita tidak
memiliki banyak waktu untuk belajar karena memilih teman seperti itu. Di samping itu hubungan dikatakan merugikan
apabila menutup peluang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang
menguntungkan. Misalnya, kita mempunyai teman yang melarang kita mengikuti
organisasi OSIS, dia selalu memberikan sisi-sisi negatif apabila mengikuti
kegiatan tersebut, padahal apabila kita mengetahui banyak sisi posifnya. Jika
dalam berhungan dengan orang lain mendatangkan kerugian maka ada kecenderungan
hubungan itu akan melemah dan akhirnya dapat berpisah.
Menurut teori
pertukaran sosial dikenal dengan istilah hasil yaitu ganjaran dikurangi kerugian.
Bila seseorang merasa dalam suatu hubungan antar pribadi tidak memperoleh hasil
yang positif, maka ia akan mencari hubungan lain yang dapat memberikan hasil
positif.
Selanjutnya
Sears (dalam Sugiyo, 2005:85) yang mengutip pendapatnya Thibaut dan Kelley
mengatakan bahwa dalam hubungan sosial khususnya hubungan pasangan suami isteri
dalam membelanjakan uangnya berdasarkan pada pengaturan hasil kompromi di
antara pasangan tersebut. Misalnya pasangan suami isteri yang baru menikah akan
membelanjakan uang yang dipunyainya. Sang isteri menghendaki membeli sofa baru
sedangakan sang suami menghendaki membeli televisi. Menghadapi pertentangan
tersebut, kemungkinan dapat ditempuh beberapa cara seperti memilih alternatif
lain yang dapat disetujui kedua pihak, atau membeli kedua keinginan tersebut
namun secara bergiliran. Nampaknya cara yang terakhir merupakan alternatif
pemecah masalah yang menyenangkan kedua pihak.
3. FIRO
(Fundamental Interpersonal Relations Orientations)
Diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan
Postulat Schutz-nya yang berbunyi bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan
antarpribadi yang disebut dengan inklusif kontrol dan afeksi. Asumsi dasar
teori ini adalah bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia
sebagai makhluk sosial).
Konsep antarpribadi menjelaskan tentang adanya suatu
hubungan yang terjadi antara manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan
tentang suatu keadaan atau kondisi dari individu, apabila tidak dihadirkan atau
ditampilkan akan menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi
individu. Ada tiga macam kebutuhan antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi
untuk inklusi, kebutuhan antarpribadi untuk kontrol, dan kebutuhan antarpribadi
untuk afeksi.
1.
Kebutuhan antarpribadi untuk inklusi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan dan mempertahankan
komunikasi antarpribadi yang memuaskan dengan orang lain, sehubungan dengan
interaksi dan asosiasi. Tingkah laku inklusi adalah tingkah laku yang ditujukan
untuk mencapai kepuasan individu. Misalnya keinginan untuk asosiasi, bergabung
dengan sesama manusia, berkelompok.
Tingkah laku inklusi yang positif memiliki
ciri-ciri: ada persamaan dengan orang lain, saling berhubungan dengan orang
lain, ada rasa menjadi satu bagian kelompok dimana ia berada, berkelompok atau
bergabung. Tingkah laku inklusi yang negatif misalnya menyendiri dan menarik
diri.
Ada beberapa tipe dari inklusi, yaitu:
1. Tipe
sosial; seseorang yang mendapatkan pemuasan kebutuhan antarpribadi secara
ideal.
2. Tipe
undersosial; tipe yang dimiliki oleh seseorang yang mengalami kekurangan dalam
derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya. Karakteristiknya adalah selalu
menghindar dari situasi antar kesempatan berkelompok atau bergabung dengan
orang lain. Ia kurang suka berhubungan atau bersama dengan orang lain.
3. Tipe
oversosial; seseorang mengalami derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya
cenderung berlebihan dalam hal inklusi. Ia cenderung ekstravert. Ia selalu
ingin menghubungi orang lain dan berharap orang lain juga menghubunginya.
Ada juga tipe inklusi yang patologis yaitu seseorang
yang mengalami pemuasan kebutuhan antarpribadi secara patologis. Jika hal ini
terjadi maka orang tersebut terbilang gagal dalam usahanya untuk berkelompok.
2.
Kebutuhan antarpribadi untuk kontrol
Adalah kebutuhan untuk mengadakan serta
mempertahankan komunikasi yang memuaskan dengan orang lain berhubungan dengan
kontrol dan kekuasaan. Proses pengambilan keputusan menyangkut boleh atau
tidaknya seseorang untuk melakukan sesuatu perlu ada suatu kontrol dan
kekuasaan. Tingkah laku kontrol yang positif, yaitu: mempengaruhi, mendominasi,
memimpin, mengatur. Sedangkan tingkah laku kontrol yang negatif, yaitu:
memberontak, mengikut, menurut.
Ada beberapa tipe kontrol, yaitu:
1. Tipe
kontrol yang kekurangan (abdicrat); seseorang memiliki kecenderungan untuk
bersikap merendahkan diri dalam tingkah laku antarpribadinya. Seseorang
cenderung untuk selalu mengambil posisi sebagai bawahan (terlepas dari
tanggungjawab untuk membuat keputusan).
2. Tipe
kontrol yang berlebihan (authocrat); seseorang menunjukkan kecenderungan untuk
bersikap dominan terhadap orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya.
Karakteristiknya adalah seseorang selalu mencoba untuk mendominasi orang lain
dan berkeras hati untuk mendudukkan dirinya dalam suatu hirarki yang tinggi.
3. Tipe kontrol yang ideal (democrat); seseorang
akan mengalami pemuasan secara ideal dari kebutuhan antarpribadi kontrolnya. Ia
mampu memberi perintah maupun diperintah oleh orang lain. Ia mampu bertanggung
jawab dan memberikan tanggung jawab kepada orang lain.
4. Tipe kontrol yang patologis; seseorang yang tidak
mampu atau tidak dapat menerima kontrol dalam bentuk apapun dari orang lain.
3.
Kebutuhan antarpribadi untuk afeksi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta
mempertahankan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dengan orang lain
sehubungan dengan cinta dan kasih sayang. Afeksi selalu menunjukkan hubungan
antara dua orang atau dua pihak.
Tingkah laku afeksi adalah tingkah laku yang
ditujukan untuk mencapai kebutuhan antarpribadi akan afeksi. Tingkah laku
afeksi menunjukkan akan adanya hubungan yang intim antara dua orang dan saling
melibatkan diri secara emosional. Afeksi hanya akan terjadi dalam hubungan
antara dua orang (diadic – Frits Heider, 1958)). Tingkah laku afeksi yang
positif: cinta, intim/akrab, persahabatan, saling menyukai. Tingkah laku afeksi
yang negatif: kebencian, dingin/tidak akrab, tidak menyukai, mengambil jarak
emosional.
Ada beberapa tipe afeksi, yaitu:
1. Tipe afeksi yang ideal (personal); seseorang yang
mendapat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk afeksinya.
2. Tipe afeksi yang kekurangan (underpersonal);
seseorang dengan tipe ini memiliki kecenderungan untuk selalu menghindari
setiap keterikatan yang sifatnya intim dan mempertahankan hubungan dengan orang
lain secara dangkal dan berjarak.
3. Tipe afeksi yang berlebihan (overpersonal);
seseorang yang cenderung berhubungan erat dengan orang lain dalam tingkah laku
antarpribadinya.
4. Tipe afeksi yang patologis; seseorang yaang
mengaalami kesukaran dan hambatan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi
afeksinya, besar kemungkinan akan jatuh dalam keadaan neorosis.
Dari ketiga tipe kebutuhan antarpribadi dapat
diambil kesimpulan bahwa kebutuhan antarpribadi untuk inklusi merupakan
kebutuhan untuk individu dalam kaitannya dengan interaksinya dalam sebuah
kelompok sosial. Kebutuhan antarpribadi untuk kontrol bertujuan membantu
individu dalam berinteraksi dengan kelompoknya dengan memberikan sifat kontrol
kepada individu serta positioning (penempatan diri) individu dalam kelompok
tersebut. Dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi membantu individu untuk
berinteraksi dengan orang perorangan (personal) anggota kelompok tadi.
Kategori ini mengukur berapa banyak interaksi seseorang
ingin di bidang sosialisasi, kepemimpinan dan tanggung jawab, dan hubungan
pribadi yang lebih intim. Firo-B dibuat, berdasarkan teori ini, suatu instrumen
pengukuran dengan skala yang menilai aspek perilaku dari tiga dimensi. Skor
yang dinilai dari 0-9 dalam skala perilaku disajikan dan ingin, yang menentukan
seberapa banyak seseorang mengungkapkan kepada orang lain, dan betapa dia
inginkan dari orang lain. Schutz percaya bahwa Firo skor di sendiri tidak
terminal, dan dapat dan memang berubah, dan tidak mendorong tipologi, namun,
keempat temperamen akhirnya dipetakan dengan skala Firo-B, yang menyebabkan
terciptanya teori Lima temperamen.
Schutz sendiri membahas dampak dari perilaku ekstrem
di bidang inklusi, kontrol, dan kasih sayang yang ditunjukkan dengan nilai pada
FiroB. Untuk setiap wilayah interpersonal memerlukan tiga jenis perilaku
berikut akan jelas: (1) kekurangan, (2) yang berlebihan, dan (3) yang ideal.
Kekurangan didefinisikan sebagai menunjukkan bahwa seorang individu tidak
berusaha untuk secara langsung memenuhi kebutuhan. Berlebihan didefinisikan
sebagai menunjukkan bahwa individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Teori pengembangan komunikasi antar pribadi
diantaranya yaitu pandangan proses, perspektif pertukaran, dan FIRO. Melalui
pandangan proses kualitas dan keaslian dari suatu hubungan antar
pribadi dapat diramalkan dari pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan
komunikasi kita bukan dalam kelompoknya melainkan keadaan pribadi sendiri.
Melalui perspektif pertukaran bahwa dalam menganalisis hubungan
sosial berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diterima oleh masing-masing
orang yang berhubungan. Menurut teori ini, bahwa seseorang akan memilih teman
yang dapat memberikan ganjaran atau keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan
menurut teori FIRO yang diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat
Schutz-nya yang berbunyi bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan
antarpribadi yang disebut dengan inklusif kontrol dan afeksi. Asumsi dasar
teori ini adalah bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia
sebagai makhluk sosial).
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar
Pribadi. Semarang: UNNES Press.
Wiranto. 2004. Pengantar
Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiansarana Indonesia
Mulyana, Deddy. 2001. Pengantar Ilmu komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Wardani, IGAK. 2005. Dasar-Dasar
Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar. Jakarta: PAU-DIKTI DIKNAS.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)