>

Sabtu, 20 Desember 2014

Teori Pengembangan Komunikasi Antar Pribadi





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Manusia memerlukan komunikasi antar pribadi dalam hubungan sosialnya, karena manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya. Namun tidak selamanya komunikasi antar pribadi itu dapat berlangsung dengan baik, sehingga dalam komunikasi antar pribadi tersebut di butuhkan suatu teori-teori untuk mengembangkan komunikasi antar pribadi yang telah ada.
Teori-teori komunikasi antar pribadi yang ada umunya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan (relationships), percakapan (discourse), interaksi dan karakteristik komunikator.
Berkomunikasi disetiap situasi itulah hal yang sering kita lakukan dan pasti kita lakukan. Karena manusia sebagai mahluk sosial tak luput dari komunikasi. Suatu proses penyampaian pesan dari sumber terhadap penerima pesan bisa melalui perantara atau media dengan adanya efek-efek atau timbal balik. Dalam konteks komunikasi beragam adanya salah satunya adalah Komunikasi Antar Pribadi. Dimana proses komunikasi yang terjadi antar individu-individu dan biasanya terjadi antara dua orang secara langsung.
Komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses komunikasi antara pribadi ataupun antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (tanpa medium) maupun tidak langsung (melalui medium). Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka (face to face communication), percakapan melalui telepon, surat menyurat pribadi, merupakan contoh-contoh komunikasi antar pribadi.
Dengan adanya komunikasi antar pribadi penyesuaian yang terjadi hanya bila komunikator menggunakan sistem isyarat yang sama. Dengan itu, bagaimana kita untuk selalu mampu menyesesuaikan agar terciptanya kesamaan makna. Agar dalam penyesuaian tersebut seseorang dapat memperhatikan individu yang sedang berbicara, sehingga apa yang dibicarakan dapat dipahami maksud dari yang dibicarakan. Oleh karena itu, penyusun membuat makalah dengan judul teori pengembangan komunikasi antar pribadi.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaruh pandangan proses terhadap komunikasi antar pribadi?
2.      Bagaimana menganalisis hubungan sosial berdasarkan perspektif  pertukaran dalam komunikasi antar pribadi?
3.      Mengapa FIRO sangat penting dalam memenuhi kebutuhan berkomunikasi?

C.  Tujuan
1.      Agar pembaca dapat mengetahui pengaruh pandangan proses komunikasi antar pribadi.
2.      Dengan adanya analisis dapat di ketahui hubungan sosial yang di lakukan dengan cara baik dan benar.
3.      Setiap individu dalam komunikasi paham akan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan dalam FIRO.








BAB  II
PEMBAHASAN

            Teori-teori pengembangan komunikasi antarpribadi antara lain sebagai berikut :

1.    Pandangan Proses
Pokok pikiran Duck dan Sants (1983) mengemukakan bahwa kualitas dan keaslian dari suatu hubungan antar pribadi dapat diramalkan dari pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan komunikasi kita bukan dalam kelompoknya melainkan keadaan pribadi sendiri. Dengan proses peramalan yang dilakukan antara komunikator dengan komunikan maka secara tidak langsung hubungan antarpribadi tersebut dapat diperkirakan keaslian maupun kepalsuannya.
Komunikasi sebagai prosos, karena merupakan aktivitas yang dinamis, yang terus berlangsung secara bersinambung sehingga terus mengalami perubahan, seperti dari komunikator mengirimkan pesan melalui media, kepada seorang komunikan dengan dampak tertentu yang berbeda-beda namun saling berkaitan.

Proses Komunikasi dalam Pembelajaran
Komunikasi merupakan suatu proses, bukan sesuatu yang bersifat statis. Komunikasi memerlukan tempat, dinamis, menghasilkan perubahan dalam usaha mencapai hasil, melibatkan interaksi bersama, serta melibatkan suatu kelompok.  Terkait dengan proses pembelajaran, komunikasi dikatakan efektif jika pesan yang dalam hal ini adalah materi pelajaran dapat diterima dan dipahami, serta menimbulkan umpan balik yang positif oleh mahasiswa. Komunikasi efektif dalam pembelajaran harus didukung dengan keterampilan komunikasi antar pribadi yang harus dimiliki oleh seorang dosen. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang berlangsung secara informal antara dua orang individu. Komunikasi ini berlangsung dari hati ke hati, karena diantara keduabelah pihak terdapat hubungan saling mempercayai. Komunikasi antar pribadi akan berlangsung efektif apabila pihak yang berkomunikasi menguasai keterampilan komunikasi antar pribadi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, komunikasi antar pribadi merupakan suatu keharusan, agar terjadi hubungan yang harmonis antara pengajar dengan peserta belajar. Keefektifan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar ini sangat tergantung dari kedua belah pihak. Akan tetapi karena pengajar yang memegang kendali kelas, maka tanggung jawab terjadinya komunikasi dalam kelas yang sehat dan efektif terletak pada tangan pengajar. Keberhasilan pengajar dalam mengemban tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh keterampilannya dalam melakukan komunikasi ini.
Pembelajaran sebagai subset dari proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang mampu memberikan kefahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.
Komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Pengajar adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, sehingga dosen sebagai pengajar dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.



2.    Perspektif Pertukaran
Teori ini dikembangkan oleh psikolog sosial seperti (Blau, 1964: Burges & Houston, 1979: Kelley & Thilbout, 1978) yang intinya menyatakan bahwa dalam menganalisis hubungan sosial berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diterima oleh masing-masing orang yang berhubungan. Menurut teori ini, bahwa seseorang akan memilih teman yang dapat memberikan ganjaran atau keuntungan yang sebesar-besarnya.
Ganjaran merupakan segala sesuatu yang diperoleh oleh seseorang dalam berhubungan. Ganjaran ada yang bersifat material, psikologis, dan sosial. Ganjaran yang bersifat material, seperti mendapat uang, barang-barang tertentu, contohnya Tata lebih memilih untuk berteman dengan Rani dibanding dengan Dewi, karena pada saat jam istirahat Rani sering mentraktirnya makan siang di kantin. Ganjaran yang bersifat psikologis seperti dicintai, dihargai, dipuji dan lain sebagainya, contohnya Nana lebih memilih untuk berteman dekat dengan Sofi, karena Sofi selalu menghargai pendapatnya dan memujinya apabila ia meraih suatu kesuksesan, dan hal itu membuat Nana merasa nyaman berteman dengannya. Ganjaran yang bersifat sosial seperti diterima dalam kelompok/ dalam bermain, dll. Contohnya Rana lebih memilih masuk dalam kelompok latihan menari karena ia merasa dirinya diterima dalam kelompok tersebut dan diakui bakatnya, bila dibandingkan saat ia mencoba memasuki kelompok latihan menyanyi. Dengan ganjaran-ganjaran tersebut maka hubungan sosial antara seseorang dengan yang lain cenderung meningkat dan lebih akrab.
Disamping ganjaran dalam berhubungan dengan orang lain, mungkin kita akan mendapat kerugian. Hubungan dikatakan memberi kerugian apabila bentuk hubungan tersebut dapat mendatangkan kerugian seperti: memakan waktu, tenaga terlampau banyak, menimbulkan pertentangan. Contohnya, kita mempunyai teman yang inginnya selalu mengajak kita untuk jalan-jalan dan shopping setiap hari, maka hubungan kita itu akan merugikan kita, kita banyak membuang-buang waktu hanya untuk hal yang tidak penting, padahal tugas utama kita yaitu belajar, tetapi kita tidak memiliki banyak waktu untuk belajar karena memilih teman seperti itu.  Di samping itu hubungan dikatakan merugikan apabila menutup peluang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang menguntungkan. Misalnya, kita mempunyai teman yang melarang kita mengikuti organisasi OSIS, dia selalu memberikan sisi-sisi negatif apabila mengikuti kegiatan tersebut, padahal apabila kita mengetahui banyak sisi posifnya. Jika dalam berhungan dengan orang lain mendatangkan kerugian maka ada kecenderungan hubungan itu akan melemah dan akhirnya dapat berpisah.
Menurut teori pertukaran sosial dikenal dengan istilah hasil yaitu ganjaran dikurangi kerugian. Bila seseorang merasa dalam suatu hubungan antar pribadi tidak memperoleh hasil yang positif, maka ia akan mencari hubungan lain yang dapat memberikan hasil positif.
Selanjutnya Sears (dalam Sugiyo, 2005:85) yang mengutip pendapatnya Thibaut dan Kelley mengatakan bahwa dalam hubungan sosial khususnya hubungan pasangan suami isteri dalam membelanjakan uangnya berdasarkan pada pengaturan hasil kompromi di antara pasangan tersebut. Misalnya pasangan suami isteri yang baru menikah akan membelanjakan uang yang dipunyainya. Sang isteri menghendaki membeli sofa baru sedangakan sang suami menghendaki membeli televisi. Menghadapi pertentangan tersebut, kemungkinan dapat ditempuh beberapa cara seperti memilih alternatif lain yang dapat disetujui kedua pihak, atau membeli kedua keinginan tersebut namun secara bergiliran. Nampaknya cara yang terakhir merupakan alternatif pemecah masalah yang menyenangkan kedua pihak.

3.    FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientations)
Diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat Schutz-nya yang berbunyi bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan inklusif kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).
Konsep antarpribadi menjelaskan tentang adanya suatu hubungan yang terjadi antara manusia. Sedangkan konsep kebutuhan menjelaskan tentang suatu keadaan atau kondisi dari individu, apabila tidak dihadirkan atau ditampilkan akan menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu. Ada tiga macam kebutuhan antarpribadi, yaitu kebutuhan antarpribadi untuk inklusi, kebutuhan antarpribadi untuk kontrol, dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi.
1. Kebutuhan antarpribadi untuk inklusi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan dan mempertahankan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dengan orang lain, sehubungan dengan interaksi dan asosiasi. Tingkah laku inklusi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kepuasan individu. Misalnya keinginan untuk asosiasi, bergabung dengan sesama manusia, berkelompok.
Tingkah laku inklusi yang positif memiliki ciri-ciri: ada persamaan dengan orang lain, saling berhubungan dengan orang lain, ada rasa menjadi satu bagian kelompok dimana ia berada, berkelompok atau bergabung. Tingkah laku inklusi yang negatif misalnya menyendiri dan menarik diri.
Ada beberapa tipe dari inklusi, yaitu:
1.  Tipe sosial; seseorang yang mendapatkan pemuasan kebutuhan antarpribadi secara ideal.
2.  Tipe undersosial; tipe yang dimiliki oleh seseorang yang mengalami kekurangan dalam derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya. Karakteristiknya adalah selalu menghindar dari situasi antar kesempatan berkelompok atau bergabung dengan orang lain. Ia kurang suka berhubungan atau bersama dengan orang lain.
3.  Tipe oversosial; seseorang mengalami derajat pemuasan kebutuhan antarpribadinya cenderung berlebihan dalam hal inklusi. Ia cenderung ekstravert. Ia selalu ingin menghubungi orang lain dan berharap orang lain juga menghubunginya.
Ada juga tipe inklusi yang patologis yaitu seseorang yang mengalami pemuasan kebutuhan antarpribadi secara patologis. Jika hal ini terjadi maka orang tersebut terbilang gagal dalam usahanya untuk berkelompok.

2. Kebutuhan antarpribadi untuk kontrol
Adalah kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan komunikasi yang memuaskan dengan orang lain berhubungan dengan kontrol dan kekuasaan. Proses pengambilan keputusan menyangkut boleh atau tidaknya seseorang untuk melakukan sesuatu perlu ada suatu kontrol dan kekuasaan. Tingkah laku kontrol yang positif, yaitu: mempengaruhi, mendominasi, memimpin, mengatur. Sedangkan tingkah laku kontrol yang negatif, yaitu: memberontak, mengikut, menurut.
Ada beberapa tipe kontrol, yaitu:
1.  Tipe kontrol yang kekurangan (abdicrat); seseorang memiliki kecenderungan untuk bersikap merendahkan diri dalam tingkah laku antarpribadinya. Seseorang cenderung untuk selalu mengambil posisi sebagai bawahan (terlepas dari tanggungjawab untuk membuat keputusan).
2.  Tipe kontrol yang berlebihan (authocrat); seseorang menunjukkan kecenderungan untuk bersikap dominan terhadap orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya. Karakteristiknya adalah seseorang selalu mencoba untuk mendominasi orang lain dan berkeras hati untuk mendudukkan dirinya dalam suatu hirarki yang tinggi.
3. Tipe kontrol yang ideal (democrat); seseorang akan mengalami pemuasan secara ideal dari kebutuhan antarpribadi kontrolnya. Ia mampu memberi perintah maupun diperintah oleh orang lain. Ia mampu bertanggung jawab dan memberikan tanggung jawab kepada orang lain.
4. Tipe kontrol yang patologis; seseorang yang tidak mampu atau tidak dapat menerima kontrol dalam bentuk apapun dari orang lain.


3. Kebutuhan antarpribadi untuk afeksi
Yaitu kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dengan orang lain sehubungan dengan cinta dan kasih sayang. Afeksi selalu menunjukkan hubungan antara dua orang atau dua pihak.
Tingkah laku afeksi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai kebutuhan antarpribadi akan afeksi. Tingkah laku afeksi menunjukkan akan adanya hubungan yang intim antara dua orang dan saling melibatkan diri secara emosional. Afeksi hanya akan terjadi dalam hubungan antara dua orang (diadic – Frits Heider, 1958)). Tingkah laku afeksi yang positif: cinta, intim/akrab, persahabatan, saling menyukai. Tingkah laku afeksi yang negatif: kebencian, dingin/tidak akrab, tidak menyukai, mengambil jarak emosional.
Ada beberapa tipe afeksi, yaitu:
1. Tipe afeksi yang ideal (personal); seseorang yang mendapat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi untuk afeksinya.
2. Tipe afeksi yang kekurangan (underpersonal); seseorang dengan tipe ini memiliki kecenderungan untuk selalu menghindari setiap keterikatan yang sifatnya intim dan mempertahankan hubungan dengan orang lain secara dangkal dan berjarak.
3. Tipe afeksi yang berlebihan (overpersonal); seseorang yang cenderung berhubungan erat dengan orang lain dalam tingkah laku antarpribadinya.
4. Tipe afeksi yang patologis; seseorang yaang mengaalami kesukaran dan hambatan dalam memenuhi kebutuhan antarpribadi afeksinya, besar kemungkinan akan jatuh dalam keadaan neorosis.
Dari ketiga tipe kebutuhan antarpribadi dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan antarpribadi untuk inklusi merupakan kebutuhan untuk individu dalam kaitannya dengan interaksinya dalam sebuah kelompok sosial. Kebutuhan antarpribadi untuk kontrol bertujuan membantu individu dalam berinteraksi dengan kelompoknya dengan memberikan sifat kontrol kepada individu serta positioning (penempatan diri) individu dalam kelompok tersebut. Dan kebutuhan antarpribadi untuk afeksi membantu individu untuk berinteraksi dengan orang perorangan (personal) anggota kelompok tadi.
Kategori ini mengukur berapa banyak interaksi seseorang ingin di bidang sosialisasi, kepemimpinan dan tanggung jawab, dan hubungan pribadi yang lebih intim. Firo-B dibuat, berdasarkan teori ini, suatu instrumen pengukuran dengan skala yang menilai aspek perilaku dari tiga dimensi. Skor yang dinilai dari 0-9 dalam skala perilaku disajikan dan ingin, yang menentukan seberapa banyak seseorang mengungkapkan kepada orang lain, dan betapa dia inginkan dari orang lain. Schutz percaya bahwa Firo skor di sendiri tidak terminal, dan dapat dan memang berubah, dan tidak mendorong tipologi, namun, keempat temperamen akhirnya dipetakan dengan skala Firo-B, yang menyebabkan terciptanya teori Lima temperamen.
Schutz sendiri membahas dampak dari perilaku ekstrem di bidang inklusi, kontrol, dan kasih sayang yang ditunjukkan dengan nilai pada FiroB. Untuk setiap wilayah interpersonal memerlukan tiga jenis perilaku berikut akan jelas: (1) kekurangan, (2) yang berlebihan, dan (3) yang ideal. Kekurangan didefinisikan sebagai menunjukkan bahwa seorang individu tidak berusaha untuk secara langsung memenuhi kebutuhan. Berlebihan didefinisikan sebagai menunjukkan bahwa individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan.





BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Teori pengembangan komunikasi antar pribadi diantaranya yaitu pandangan proses, perspektif pertukaran, dan FIRO. Melalui pandangan proses kualitas dan keaslian dari suatu hubungan antar pribadi dapat diramalkan dari pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan komunikasi kita bukan dalam kelompoknya melainkan keadaan pribadi sendiri. Melalui perspektif pertukaran bahwa dalam menganalisis hubungan sosial berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diterima oleh masing-masing orang yang berhubungan. Menurut teori ini, bahwa seseorang akan memilih teman yang dapat memberikan ganjaran atau keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan menurut teori FIRO yang diutarakan oleh William Schutz (1958) dengan Postulat Schutz-nya yang berbunyi bahwa setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan inklusif kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).



  

DAFTAR PUSTAKA

Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang: UNNES Press.
Wiranto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiansarana Indonesia
Mulyana, Deddy. 2001. Pengantar Ilmu komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Wardani, IGAK. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar. Jakarta: PAU-DIKTI DIKNAS.




0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)