>

Sabtu, 20 Desember 2014

Konseling Sebagai Sistem



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konseling sebagai layanan profesional bermula dengan adanya “Psychological counseling clinic” yang didirikan oleh Lightner Witmer pada tahun 1896 di Universitas Pennsylvania. Konseling merupakan proses pemberian bantuan melalui wawancara konseling atau pertemuan tatap muka yang dilakukan oleh seorang ahli yang terlatih dan perpengalaman di bidang konseling terhadap individu/klien yang membutuhkannya atau yang sedang menghadapi masalah.
Dalam pelaksanaan konseling ada beberapa komponen yang menunjang, saling berkaitan dan menentukan pelaksanaan konseling. Komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain tersebut mengartikan bahwa konseling sebagai suatu sistem. Komponen-komponen dalam layanan konseling harus baik dan terpadu, sebab dapat menunjang lancarnya pencapaian tujuan konseling secara optimal.
Namun, dalam pelaksanaannya terkadang konselor kurang dapat memahami bahwasanya konseling merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan dan komponen tersebut sangat menunjang pencapaian tujuan konseling secara optimal. Sehingga konseli seringkali tidak dapat merasakan manfaat dari layanan konseling yang diberikan secara optimal.
 Untuk itu seorang konselor perlu memahami benar bahwa konseling merupakan sistem, yang tentunya mengandung komponen-komponen yang saling berkaitan dan menunjang pencapaian tujuan konseling secara optimal. Sehingga dalam proses konselingpun akan berjalan dengan lancar dan konseli akan merasa puas atas pelaksanaan konseling tersebut yang bermuara pada tercapainya tujuan konseling secara optimal.
Oleh karena itu, penulis akan memaparkan apa yang dimaksud dengan konseling sebagai suatu sistem serta penjelasan masing-masing komponen yang terkandung didalamnya, agar diperoleh pemahaman yang bisa bermanfaat bagi konselor sewaktu melaksanakan layanan konseling.

B. Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan sistem?
2.    Apakah pengertian dari konseling?
3.    Apakah yang dimaksud dengan konseling sebagai suatu sistem?
4.    Komponen-komponen apa saja yang ada dalam proses konseling ?
5.    Komponen-komponen apa saja yang ada dalam konseling sebagai sistem?
C. Tujuan
1.      Agar mampu memahami apa yang dimaksud dengan sistem.
2.      Agar mampu memahami apa yang dimaksud dengan konseling.
3.      Agar mampu memahami dan memaknai apa yang dimaksud dengan konseling sebagai sistem.
4.      Agar mampu mengetahui, memahami dan menerapkan fungsi dari komponen-komponen yang terkandung dalam proses konseling.
5.      Agar mampu mengetahui, memahami dan menerapkan fungsi dari komponen-komponen yang terdapat dalam konseling sebagai suatu sistem.
D. Manfaat
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
2.      Menambah pengetahuan kepada calon konselor tentang konseling dan prosesnya.
3.      Mampu mengetahui , memahami serta sanggup menerapkan fungsi dari komponen-komponen yang terkandung dalam proses konseling.
4.      Mampu mengetahui, memahami, serta menerapkan fungsi dari komponen-komponen yang terdapat dalam konseling sebagai suatu sistem.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) yang berarti suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, dimana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem merupakan kesatuan yang kompleks dan terorganisasi. Selain itu sistem juga merupakan kumpulan terpadu elemen-elemen yang berinteraksi, yang dirancang untuk menjalankan fungsi yang telah ditentukan dengan baik. Sistem juga diartikan sebagai struktur atau organisasi suatu kesatuan yang secara jelas menunjukkan interelasi bagian-bagian, dengan satu sama lain dengan kesatuan itu sendiri.
Menurut L. James Havery, sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian mengenai sistem diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan yang kompleks yang didalamnya berisi rangkaian komponen-komponen yang saling berhubungan dan terorganisasi dengan baik dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

B. Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Dalam kamus bahasa Inggris, Counseling dikaitkan dengan kata Counsel, yang diartikan nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel).
Konseling merupakan proses pemberian bantuan melalui wawancara konseling atau pertemuan tatap muka yang dilakukan oleh seorang ahli yang terlatih dan perpengalaman di bidang konseling terhadap individu/klien yang membutuhkannya atau yang sedang menghadapi masalah. Pengertian tersebut didukung dengan pengertian yang disampaikan oleh para ahli berikut ini :
a.    Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka, dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. (Andi Mapiare (2004)).
b.    Konseling yaitu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. (Prayitno,Erman (2004)).

C. Pengertian Konseling sebagai Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang kompleks yang didalamnya berisi rangkaian komponen-komponen yang saling berhubungan dan terorganisasi dengan baik dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Atau singkatnya ialah  suatu hal yang aktif, bergerak, dan menuju kepada arah atau produk tertentu.
Sistem tersebut terdiri atas bagian-bagian yang saling mempengaruhi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan. Komponen dasar sistem adalah masukan, proses, dan keluaran.
1.      Masukan merupakan komponen awal untuk pengorganisasian sebuah sistem.
2.      Proses merupakan kegiatan yang dapat mengubah masuka menjadi keluaran.
3.      Keluaran sebagai hasil dari suatu operasi.
Unsur-unsur yang memungkinkan sistem itu berfungsi dalam keseimbangan adalah kontrol dan umpan balik. Kontrol dan umpan balik merupakan komponen dasar dalam sistem seperti halnya masukan, proses, dan keluaran. Kontrol pada hakikatnya menjaga sistem agar bekerja dalam batas-batas pelaksanaan tertentu.
Konseling yang disusun berdasarkan suatu sistem mengadakan penyesuaian atau peninjauan kembali kegiatan pemrosesannya, tetapi sistem itu juga meninjau kembali dan mengubah tolok ukurnya (baik berupa sasaran, target, tujuan maupun yang lainnya). Suatu sistem dikatakan baik apabila sanggup mempertahankan kondisi keseimbangan terhadap perubahan lingkungan, dengan kata lain elemen-elemen yang dianggap berpengaruh tidak boleh diabaikan dalam membangun sistem sehingga terbentuk sinergi atau nilai yang jauh lebih besar dibandingkan penjumlahan biasa.
Konseling dapat terlaksana dengan efektif dan efisien apabila semua unsur yang terlibat dalam proses konseling dipandang sebagai sistem. Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan, dan menentukan. Variabel-variabel (komponen-komponen) sistem dalam konseling yaitu:
1.   Input
·         Raw input (siswa/individu)
·         Instrumental input (konselor, program, tahapan, dan sarana)
·         Environmental input (norma, tujuan, lingkungan sekolah)
2.   Proses atau Perantara
·         Relasi/interaksi
·         Perlakuan
·         Kontrak perilaku yang disepakati untuk dikuasai/diubah
·         Dinamika
3.   Output
·         Perubahan perilaku
·         Penguasaan tugas-tugas perkembangan
·         Keberfungsiannya dalam sistem
Input konseling adalah segala sesuatu yang dibutuhkan konseling untuk terjadinya pemrosesan guna mendapatkan output yang diharapkan. Input konseling, antara lain : manusia dengan masalahnya, uang, materi atau bahan-bahan, metode-metode dan mesin-mesin. Manusia yang dibutuhkan sebagai masukan bagi proses konseling yaitu manusia yang memiliki masalah, baik itu masalah perkembangannya maupun masalah lainnya yang tidak mampu diselesaikan sendiri. Selain klien, input konseling adalah konselor, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Kedudukan uang dalam input konseling sangat penting untuk membiayai semua program yang telah ditetapkan. Bahan-bahan atau materials adalah bahan fisik yang diperlukan untuk menunjang terjadinya proses konseling. Bahan-bahan tersebut berupa sarana dan prasarana, alat-alat atau media lainnya. Metode (methods) yaitu cara pendekatan yang digunakan oleh konselor pada kliennya. Sedangkan mesin-mesin adalah seperangkat yang mendukung terjadinya proses konseling, contohnya : komputer, radio, televisi, atau alat lainnya yang menggunakan teknologi.
Proses konseling menyangkut proses perilaku individu di dalam sistem, sehingga yang menjadi target intervensi konseling bukanlah individu yang terlepas dari sistem, melainkan individu di dalam sistem, sehingga kepedulian utamanya terletak pada interaksi individu dalam sistem. Dalam proses konseling berlangsung proses penentuan jenis masalah dan penyelesainnya, yaitu terjadinya interaksi antara konselor dengan klien.
Konseling sebagai sistem seharusnya menghasilkan output yang memuaskan baik bagi klien maupun bagi konselor. Di dalam sistem hubungan antara komponen satu dengan komponen lain dikaji secara khusus dan mendalam dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang dilayani. Proses konseling pada dasarnya proses perubahan perilaku individu dalam sistem, dan kepedulian utamanya terletak pada interaksi individu dalam sistem. Individu dalam sistem mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui konseling.
Tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku pada diri individu, baik dalam bentuk pandangan, sikap, sifat maupun keterampilan yang lebih memungkinkan individu dapat menerima, mewujudkan diri, mengembangkan diri, mencegah dan mampu mengatasi permasalahan secara optimal sebagai wujud dari individu yang memiliki pribadi mandiri.
Dalam proses konseling terdapat beberapa komponen yang harus dipandang sebagai suatu sistem. Maksudnya konselor harus berpikir secara sistematik dalam memperhatikan hubungan komponen-komponen yang terkait dengan kebutuhan yang dibawa oleh siswa/individu dalam konseling (individual/kelompok), baik yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah. Dengan cara demikian memungkinkan konselor bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu siswa melalui layanan konseling.
Siswa sebagai individu yang dilayani merupakan komponen dasar dalam sistem konseling, yang mengikat satu sama lain, tidak hanya membawa masalah, kebutuhan yang perlu dipecahkan dan dipenuhi, tetapi secara keseluruhan ia memiliki kualitas seperti:
Ø Kesehatan fisik
Ø Penampilan
Ø  Sifat genetik
Ø  Usia               
Ø Suku
Ø  Bangsa
Ø Adat istiadat
Ø Jenis kelamin
Ø Status sosial-ekonomi
Ø Struktur motivasi
Ø Latar belakang lingkungan, dan lain-lain
Serangkaian nilai yang memberi warna dan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain, sehingga individu menjadi seorang yang unik. Dengan demikian konselor (atau anggota lain dalam konseling kelompok) harus siap memberi respon terhadap keunikan-keunikan individu.
Konselor merupakan komponen dasar untuk pengoperasian sebuah sistem, yaitu sistem konseling. Konselor dalam proses konseling harus menguasai dan mengembangkan kemampuan (keterampilan) dan sikap yang memadahi untuk terselenggaranya proses kegiatan secara efektif. Konselor harus mampu mengembangkan hubungan antara konselor dengan konseli atau anggota kelompok, dan antar anggota kelompok (dalam konseling kelompok) yang didasarkan pada kepercayaan, pengertian, dan rasa menghargai.
Program sebagai komponen masukan instrumental dalam sistem konseling yaitu seperangkat kegiatan konseling yang dirancang secara terencana, terorganisasi, terkoordinasi selama periode waktu tertentu dan dilakukan secara berkaitan untuk mencapai tujuan. Kejelasan dan ketepatan penyusunan program memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan pelaksanaan konseling di sekolah.
Tujuan penyusunan program ialah agar kegiatan di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif, dan efisien, serta hasil-hasilnya dapat dievaluasi. Tersusun dan terlaksananya program konseling dengan baik akan menjamin pencapaian tujuan konseling pada khususnya dan tujuan sekolah pada umumnya. Pelaksanaan program konseling terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah siswa yang berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar, karir.
Sarana merupakan seperangkat alat bantu untuk memperlancar proses konseling. Sarana sebagai perangkat alat bantu akan mempermudah konselor dan konseli sebagai personil sistem dalam mencapai tujuan. Sarana yang dimaksudkan dalam komponen instrumental sistem konseling, yaitu ruangan, tempat duduk dan perlengkapan administrasi lain untuk kegiatan konseling.
Tahapan sebagai komponen dalam sistem konseling yang digunakan oleh konselor sebagai personil sistem dalam pemrosesan masukan menjadi keluaran. Tahapan dalam konseling kelompok meliputi tahap permulaan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap akhir. Tahapan dalam konseling individual meliputi tahap permulaan, tahap kegiatan, dan tahap akhir.
Norma adalah petunjuk yang harus dijalankan oleh konselor dan konseli sebelum, selama, dan sesudah kegiatan konseling. Norma konseling yang berupa ketentuan berkenaan dengan pengembangan suasana interaksi yang akrab, hangat permisif, terbuka, kerahasiaan.
Tujuan dirumuskan berdasarkan kebutuhan siswa, perkembangan siswa dan tuntutan lingkungan. Tujuan yang ditetapkan dalam konseling adalah target yang harus dipenuhi, motivator bagi konselor dan konseli, merupakan imbalan dari hasil usaha. Tujuan konseling merupakan kompas petunjuk arah kemana konseling harus menuju, dan apa yang ingin dicapai dari kegiatan konseling. Tujuan ialah kondisi yang diinginkan dalam sistem konseling setelah terjadi proses dari masukan menjadi keluaran.
Hakikat konseling terletak pada keterkaitan antara lingkungan belajar dengan perkembangan siswa, dan konselor berperan sebagai fasilitator. Proses yang menyangkut jenis relasi/interaksi, perlakuan, dan kontrak perlakuan/perkembangan merupakan komponen inti dalam sistem konseling yang merubah masukan menjadi keluaran. Proses konseling mengacu pada konselor dan konseli yang bekerja sama atas dasar beberapa kebutuhan, masalah, dan atas dasar tujuan tertentu, dengan memanfaatkan program yang telah ditetapkan, norma yang disepakati, sarana yang tersedia, melalui tahapan permulaan, kegiatan, dan akhir. Proses konseling dimonitor dan dievaluasi sejak awal sampai akhir konseling, sehingga merupakan suatu proses berkelanjutan.
Hasil konseling merupakan hasil relasi/interaksi antara komponen sistem yang berlangsung dalam sistem konseling. Hasil konseling bisa positif dan bisa negatif untuk setiap individu.
Komponen-komponen yang terkandung dalam konseling sebagai suatu sistem, harus baik dan terpadu, sebab dapat menunjang lancarnya pencapaian tujuan konseling secara optimal.
Sementara itu, BK sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek utama (Gunawan, 2001), yaitu:
1.    Tujuan yang hendak dicapai sebagai aspek utama yang harus ditentukan terlebih dahulu. Penetapan tujuan akan memudahkan konselor menentukan strategi yang akan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud.
2.    Kegiatan pokok yang menunjang langsung tercapainya tujuan. Bagian-bagian pokok dari suatu sistem dan strategi yang dikembangkan biasanya disebut sebagai penjabaran aktivitas dari suatu strategi yang di dalamnya terdapat aktivitas utama yang hendak dilakukan. Dengan kata lain, tercapainya tujuan hanya mungkin terjadi melalui implementasi kegiatan-kegiatan yang dimaksud. Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan sebaiknya dirumuskan secara tepat sasaran dan dengan dampak yang terukur.
3.    Implementasi kegiatan (proses) atau berfungsinya isi dari suatu strategi yang mengarah pada pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan semaksimal mungkin harus diusahakan dapat terlaksana sebaik mungkin.
Jadi konseling sebagai suatu sistem adalah cara memandang unsur-unsur yang terdapat dalam proses konseling sebagai suatu sistem dengan mengkaji secara seksama dan mendalam hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam kaitannya dengan masalah klien sehingga konselor dengan mudah dapat menetapkan alternatif bantuan atau teknik konseling yang sesuai, dalam upaya membantu klien mewujudkan bahwa dirinya sebagai individu yang memiliki pribadi yang mandiri.

D. Unsur – unsur yang terdapat dalam Proses konseling
1.    Konselor
Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang konselor apabila ia memiliki pendidikan yang cukup dan menguasai teori-teori tentang konseling, serta mempunyai keahlian dan keterampilan dalam melakukan proses konseling. Dalam proses konseling ini, konselor mempunyai peranan untuk dapat membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya. Hal ini dilakukan dengan cara berinteraksi sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada klien.
Konselor merupakan komponen dasar untuk pengoperasian sebuah sistem, yaitu sistem konseling. Konselor dalam proses konseling harus menguasai dan mengembangkan kemampuan (keterampilan) dan sikap yang memadai untuk terselenggaranya proses kegiatan secara efektif. Konselor harus mampu mengembangkan hubungan anatara konselor dengan klien atau anggota kelompok, dan antar anggota kelompok(dalam konseling kelompok) yang didasarkan pada kepercayaan, pengertian, dan rasa menghargai.
Hubungan ini harus ditetapkan/dibentuk tanpa memandang tingkah laku, keyakinan, sikap, suku bangsa, jenis kelamin, atau status sosial ekonomo klien (Stewart,1978:6).
Konselor harus memiliki kesadaran dan disiplin diri yang memungkinkan pengontrolan kebutuhan dan tingkah laku dirinya sendiri, sementara menjadi empati dan obyektif terhadap kebutuhan klien. Konselor juga memasukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip psikologi tentang tingkah laku manusia, kondisi sosial ekonomi dan kode etik yang ditetapkan untuk pelaksanaan sistem konseling.
Keterampilan dan sikap yang harus dimiliki konselor meliputi:
a.         Kehendak dan usaha untuk mengenal dan mempelajari diri klien,dinamika kelompok, fungsi-fungsi konselor dan saling hubungan antar individu dalam konseling;
b.        Kesediaan menerima orang lain, yang terlibat dalam konseling tanpa pamrih;
c.         Kehendak untuk dapat didekati dan membantu tumbuhnya saling hubungan antara konselor dengan klien atau antara anggota kelompok (dalam konseling kelompok);
d.        Kesediaan menerima berbagai pandangan dan sikap yang berbeda, yang barangkali amat berlawanan terhadap pandangan konselor;
e.         Pemusatan perhatian terhadap suasana, perasaan dan sikap klien dan konselor sendiri;
f.         Penimbulan dan pemeliharaan saling hubungan;
Pengarahan yang teguh demi tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan;
g.        Keyakinan akan kemanfaatan dinamika kelompok sebagai wahana untuk membantu anggota kelompok (dalam konseling kelompok);
h.        Rasa humor, rasa bahagia, dan rasa puas, baik yang dialami oleh konselor sendiri maupun klien.
2.    Klien
Dalam proses konseling, klien adalah penderita. Berperan sebagai penerima alternatif bantuan dari konselor agar bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Klien sebagai individu yang dilayani merupakan komponen dasar dalam sistem konseling, yang mengikat satu sama lain, tidak hanya membawa masalah, kebutuhan yang perlu dipecahkan dan dipenuhi, tetapi secara keseluruhan ia memiliki kualitas seperti : Kesehatan fisik, penampilan, sifat genetik, usia, suku, bangsa, adat istiadat, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, struktur motivasi, latar belakang lingkungan, dan serangkaian nilai yang memberi warna dan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain, sehingga setiap individu menjadi seorang yang unik.
Dengan demikian konselor (atau anggota lain dalam konseling kelompok) harus siap memberi respon terhadap keunikan-keunikan individu.
Siswa/individu merupakan komponen utama dalam proses konseling.
Kegiatan konseling dipengaruhi oleh peranan individu yang dilayani. Dalam konseling kelompok, kegiatan/kehidupan kelompok sebagian besar didasarkan atas peranan anggota kelompok. Kehidupan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secar aktif setiap anggota kelompok, dan bahkan lebih dari itu, dalam batas-batas tertentu suatu kelompok dapat melakukan kegiatan tanpa kehadiran peranan pemimpin kelompok sama sekali.
3. Teknik Konseling
Adalah cara atau tindakan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu yang mengalami masalah yang bermuara pada teratasinya masalah. Teknik ini berperan sebagai alat bantu konselor dalam memberikan masukan yang terbaik untuk kliennya.
4. Suasana Lingkungan
Susana lingkungan dalam proses konseling juga memiliki peranan penting, karena dapat dijadikan acuan bagi seorang konselor dalam meberikan alternatif bantuan kepada klien, yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.
Unsur-unsur dalam proses konseling ini harus terpadu dan dipandang sebagai suatu sistem. Perubahan status dari suatu unsur menjadi sistem atau sebaliknya tidak lain adalah pada cara memandang ruang lingkup suatu permasalahan. Jika sebuah unsur dari suatu sistem dipisahkan dengan unsur-unsur yang lain untuk dikaji secara tersendiri, maksudnya ialah agar unsur tersebut dapat dipahami secara mendalam. Demikian pula hubungan antara bagian yang satu dengan yang lainnya dapat ditemukan dan dipahami lebih seksama. Sehingga dapat ditemukan metode-metode pemecahan masalah secara lebih baik.

E. Unsur – unsur Konseling Sebagai Suatu Sistem
Dalam proses konseling terdapat beberapa komponen yang harus dipandang sebagai suatu sistem. Maksudnya konselor harus berpikir secara sistemik dalam memperhatikan hubungan komponen-komponen yang terkait dengan kebutuhan yang dibawa oleh siswa/individu dalam konseling (individual ataupun kelompok), baik yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah.
Dengan cara demikian memungkinkan konselor bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu siswa melalui layanan konseling. Kompoen-komponen yang terkadung dalam konseling sebagai suatu sistem harus dikaji secara khusus dan mendalam.
Melalui pengkajian, konselor akan memperoleh pemahaman terhadap setiap komponen yang terkandung dalam konseling.
Ø  Masukan merupakan komponen awal untuk pengoperasian sebuah sistem.
Ø  Proses merupakan kegiatan yang dapat mengubah masukan menjadi keluaran.
Ø  Keluaran sebagai hasil dari suatu operasi.
Masukan, proses, dan keluaran merupakan unsur normal dalam semua sistem, dan merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan semua sistem.
a)        Masukan (Input)
Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak. Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa pelanggan).
b)        Proses (Process)
Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lbih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa aktivitas pembedahan pasien.
c)        Keluaran (Output)
Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya. Komponen-komponen yang terkandung dalam konseling sebagai suatu sistem, harus baik dan terpadu, sebab komponen-komponen yang baik dan terpadu dapat menunjang lancarnmya pencapaian tujuan konseling secara optimal.

Hubungan fungsional dan terpadu semua komponen dalam konseling harus dinamis agar fungsi dari semua unsur terarah pada pencapaian tujuan konseling, yaitu terwujudnya perkembangan pribadi yang optimal, terhindarnya dari masalah dan terpecahkannya masalah klien. Hubungan fungsional dan keterpaduan semua komponen dalam konseling memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan konseling sebagai suatu sistem. Tanpa adanya hubungan fungsional secara terpadu antara semua komponen, maka suatu komponen yang baik kondisinya praktis tidak punya arti dalam pencapaian tujuan konseling.
Ditinjau dari segi pencapaian tujuan, pada prinsipnya keterpaduan semua komponen dalam suatu sistem konseling dilaksanakan untuk mencapai tujuan konseling secara optimal jika optimasi pencapaian tujuan tetap dipertahankan, meskipun ada komponen lain dalam sistem yang kurang menunjang.



















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari penjabaran yang disajikan dapat kami simpulkan bahwa Konseling Sebagai Suatu Sistem adalah cara memandang unsur-unsur yang terdapat dalam proses Konseling sebagai suatu sistem dengan mengkaji secara seksama dan mendalam hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam kaitannya dengan masalah klien sehingga konselor dengan mudah dapat menetapkan alternatif bantuan atau teknik Konseling yang sesuai, dalam upaya membantu klien mewujudkan bahwa dirinya sebagai individu yang memiliki pribadi yang mandiri. Ditinjau dari segi pencapaian tujuan, pada prinsipnya keterpaduan semua komponen dalam suatu sistem konseling dilaksanakan untuk mencapai tujuan konseling secara optimal jika optimasi pencapaian tujuan tetap dipertahankan, meskipun ada komponen lain dalam sistem yang kurang menunjang.
B.  Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca, yaitu:
1.    Masalah yang kita hadapi dapat terselesaikan dengan bantuan orang-orang di sekeliling kita.
2.    Konselor membantu klien agar bisa mandiri dalam mengatasi masalahnya.










DAFTAR PUSTAKA
AT, Andi Mappiare. 2004. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT Raja Graffindo Persada.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Winkel, W.S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : Grasindo.



0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)