BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Konseling sebagai layanan
profesional bermula dengan adanya “Psychological
counseling clinic” yang didirikan oleh
Lightner Witmer pada tahun 1896 di Universitas Pennsylvania. Konseling
merupakan proses pemberian bantuan melalui wawancara konseling atau pertemuan
tatap muka yang dilakukan oleh seorang ahli yang terlatih dan perpengalaman di
bidang konseling terhadap individu/klien yang membutuhkannya atau yang sedang
menghadapi masalah.
Dalam pelaksanaan konseling ada
beberapa komponen yang menunjang, saling berkaitan dan menentukan pelaksanaan
konseling. Komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain tersebut
mengartikan bahwa konseling sebagai suatu sistem. Komponen-komponen dalam
layanan konseling harus baik dan terpadu, sebab dapat menunjang lancarnya
pencapaian tujuan konseling secara optimal.
Namun, dalam pelaksanaannya
terkadang konselor kurang dapat memahami bahwasanya konseling merupakan suatu
sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan dan komponen
tersebut sangat menunjang pencapaian tujuan konseling secara optimal. Sehingga
konseli seringkali tidak dapat merasakan manfaat dari layanan konseling yang
diberikan secara optimal.
Untuk itu seorang konselor perlu memahami benar
bahwa konseling merupakan sistem, yang tentunya mengandung komponen-komponen
yang saling berkaitan dan menunjang pencapaian tujuan konseling secara optimal.
Sehingga dalam proses konselingpun akan berjalan dengan lancar dan konseli akan
merasa puas atas pelaksanaan konseling tersebut yang bermuara pada tercapainya
tujuan konseling secara optimal.
Oleh karena itu, penulis
akan memaparkan apa yang dimaksud dengan konseling sebagai suatu sistem serta
penjelasan masing-masing komponen yang terkandung didalamnya, agar diperoleh
pemahaman yang bisa bermanfaat bagi konselor sewaktu melaksanakan layanan
konseling.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan sistem?
2.
Apakah pengertian dari konseling?
3.
Apakah yang dimaksud dengan konseling sebagai suatu
sistem?
4.
Komponen-komponen apa saja yang ada dalam proses
konseling ?
5.
Komponen-komponen apa saja yang ada dalam konseling
sebagai sistem?
C. Tujuan
1.
Agar mampu memahami apa yang dimaksud dengan sistem.
2.
Agar mampu memahami apa yang dimaksud dengan konseling.
3.
Agar mampu memahami dan memaknai apa yang dimaksud
dengan konseling sebagai sistem.
4.
Agar mampu mengetahui, memahami dan menerapkan fungsi
dari komponen-komponen yang terkandung dalam proses konseling.
5.
Agar mampu mengetahui, memahami dan menerapkan fungsi
dari komponen-komponen yang terdapat dalam konseling sebagai suatu sistem.
D. Manfaat
1.
Memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
2.
Menambah pengetahuan kepada calon konselor tentang konseling dan
prosesnya.
3.
Mampu mengetahui , memahami serta sanggup menerapkan fungsi dari
komponen-komponen yang terkandung dalam proses konseling.
4.
Mampu mengetahui, memahami, serta menerapkan fungsi dari
komponen-komponen yang terdapat dalam konseling sebagai suatu sistem.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa
Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) yang berarti suatu kesatuan yang
terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran
informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk
menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, dimana suatu model
matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem merupakan kesatuan
yang kompleks dan terorganisasi. Selain itu sistem juga merupakan kumpulan
terpadu elemen-elemen yang berinteraksi, yang dirancang untuk menjalankan
fungsi yang telah ditentukan dengan baik. Sistem juga diartikan sebagai
struktur atau organisasi suatu kesatuan yang secara jelas menunjukkan
interelasi bagian-bagian, dengan satu sama lain dengan kesatuan itu sendiri.
Menurut L. James Havery, sistem
adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen
yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai
suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian
mengenai sistem diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sistem
adalah suatu kesatuan yang kompleks yang didalamnya berisi rangkaian
komponen-komponen yang saling berhubungan dan terorganisasi dengan baik dalam
rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
B. Pengertian Konseling
Secara etimologis, istilah
konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consilium”
yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau
“memahami”. Dalam kamus bahasa Inggris, Counseling
dikaitkan dengan kata Counsel, yang
diartikan nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan
(to take counsel).
Konseling merupakan proses
pemberian bantuan melalui wawancara konseling atau pertemuan tatap muka yang
dilakukan oleh seorang ahli yang terlatih dan perpengalaman di bidang konseling
terhadap individu/klien yang membutuhkannya atau yang sedang menghadapi
masalah. Pengertian tersebut didukung dengan pengertian yang disampaikan oleh
para ahli berikut ini :
a. Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok
bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka, dengan tujuan
agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan
atau masalah khusus. (Andi Mapiare (2004)).
b. Konseling yaitu proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. (Prayitno,Erman (2004)).
C.
Pengertian Konseling sebagai Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan
yang kompleks yang didalamnya berisi rangkaian komponen-komponen yang saling
berhubungan dan terorganisasi dengan baik dalam rangka mencapai suatu tujuan
yang telah ditentukan. Atau singkatnya ialah
suatu hal yang aktif, bergerak, dan menuju kepada arah atau produk
tertentu.
Sistem tersebut terdiri atas
bagian-bagian yang saling mempengaruhi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Komponen dasar sistem adalah masukan, proses, dan keluaran.
1. Masukan
merupakan komponen awal untuk pengorganisasian sebuah sistem.
2. Proses
merupakan kegiatan yang dapat mengubah masuka menjadi keluaran.
3. Keluaran
sebagai hasil dari suatu operasi.
Unsur-unsur yang
memungkinkan sistem itu berfungsi dalam keseimbangan adalah kontrol dan umpan
balik. Kontrol dan umpan balik merupakan komponen dasar dalam sistem seperti
halnya masukan, proses, dan keluaran. Kontrol pada hakikatnya menjaga sistem
agar bekerja dalam batas-batas pelaksanaan tertentu.
Konseling yang disusun
berdasarkan suatu sistem mengadakan penyesuaian atau peninjauan kembali
kegiatan pemrosesannya, tetapi sistem itu juga meninjau kembali dan mengubah
tolok ukurnya (baik berupa sasaran, target, tujuan maupun yang lainnya). Suatu sistem dikatakan baik apabila sanggup mempertahankan
kondisi keseimbangan terhadap perubahan lingkungan, dengan kata lain
elemen-elemen yang dianggap berpengaruh tidak boleh diabaikan dalam membangun
sistem sehingga terbentuk sinergi atau nilai yang jauh lebih besar dibandingkan
penjumlahan biasa.
Konseling dapat terlaksana
dengan efektif dan efisien apabila semua unsur yang terlibat dalam proses
konseling dipandang sebagai sistem. Ketiga komponen tersebut
merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi,
membutuhkan, dan menentukan. Variabel-variabel
(komponen-komponen) sistem dalam konseling yaitu:
1. Input
·
Raw input (siswa/individu)
·
Instrumental input
(konselor, program, tahapan, dan sarana)
·
Environmental input (norma,
tujuan, lingkungan sekolah)
2. Proses
atau Perantara
·
Relasi/interaksi
·
Perlakuan
·
Kontrak perilaku yang
disepakati untuk dikuasai/diubah
·
Dinamika
3. Output
·
Perubahan perilaku
·
Penguasaan tugas-tugas
perkembangan
·
Keberfungsiannya dalam
sistem
Input konseling adalah
segala sesuatu yang dibutuhkan konseling untuk terjadinya pemrosesan guna
mendapatkan output yang diharapkan. Input konseling, antara lain : manusia
dengan masalahnya, uang, materi atau bahan-bahan, metode-metode dan
mesin-mesin. Manusia yang dibutuhkan sebagai masukan bagi proses konseling
yaitu manusia yang memiliki masalah, baik itu masalah perkembangannya maupun
masalah lainnya yang tidak mampu diselesaikan sendiri. Selain klien, input
konseling adalah konselor, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Kedudukan uang dalam input
konseling sangat penting untuk membiayai semua program yang telah ditetapkan.
Bahan-bahan atau materials adalah bahan fisik yang diperlukan untuk menunjang
terjadinya proses konseling. Bahan-bahan tersebut berupa sarana dan prasarana,
alat-alat atau media lainnya. Metode (methods) yaitu cara pendekatan yang
digunakan oleh konselor pada kliennya. Sedangkan mesin-mesin adalah seperangkat
yang mendukung terjadinya proses konseling, contohnya : komputer, radio,
televisi, atau alat lainnya yang menggunakan teknologi.
Proses konseling menyangkut
proses perilaku individu di dalam sistem, sehingga yang menjadi target
intervensi konseling bukanlah individu yang terlepas dari sistem, melainkan
individu di dalam sistem, sehingga kepedulian utamanya terletak pada interaksi
individu dalam sistem. Dalam proses konseling berlangsung proses penentuan
jenis masalah dan penyelesainnya, yaitu terjadinya interaksi antara konselor
dengan klien.
Konseling sebagai sistem
seharusnya menghasilkan output yang memuaskan baik bagi klien maupun bagi
konselor. Di dalam sistem hubungan antara komponen satu
dengan komponen lain dikaji secara khusus dan mendalam dalam kaitannya dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang dilayani. Proses konseling pada dasarnya proses perubahan perilaku
individu dalam sistem, dan kepedulian utamanya terletak pada interaksi individu
dalam sistem. Individu dalam sistem mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui
konseling.
Tujuan yang ingin dicapai
adalah perubahan perilaku pada diri individu, baik dalam bentuk pandangan,
sikap, sifat maupun keterampilan yang lebih memungkinkan individu dapat
menerima, mewujudkan diri, mengembangkan diri, mencegah dan mampu mengatasi
permasalahan secara optimal sebagai wujud dari individu yang memiliki pribadi
mandiri.
Dalam proses konseling
terdapat beberapa komponen yang harus dipandang sebagai suatu sistem. Maksudnya
konselor harus berpikir secara sistematik dalam memperhatikan hubungan
komponen-komponen yang terkait dengan kebutuhan yang dibawa oleh siswa/individu
dalam konseling (individual/kelompok), baik yang terfokus pada pengembangan
pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah. Dengan cara demikian memungkinkan
konselor bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu siswa melalui
layanan konseling.
Siswa sebagai individu yang
dilayani merupakan komponen dasar dalam sistem konseling, yang mengikat satu
sama lain, tidak hanya membawa masalah, kebutuhan yang perlu dipecahkan dan
dipenuhi, tetapi secara keseluruhan ia memiliki kualitas seperti:
Ø
Kesehatan fisik
Ø
Penampilan
Ø
Sifat genetik
Ø
Usia
Ø
Suku
Ø
Bangsa
Ø Adat istiadat
Ø Jenis kelamin
Ø Status sosial-ekonomi
Ø Struktur motivasi
Ø
Latar belakang lingkungan,
dan lain-lain
Serangkaian nilai yang
memberi warna dan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain, sehingga individu
menjadi seorang yang unik. Dengan demikian konselor (atau anggota lain dalam
konseling kelompok) harus siap memberi respon terhadap keunikan-keunikan
individu.
Konselor merupakan komponen
dasar untuk pengoperasian sebuah sistem, yaitu sistem konseling. Konselor dalam
proses konseling harus menguasai dan mengembangkan kemampuan (keterampilan) dan
sikap yang memadahi untuk terselenggaranya proses kegiatan secara efektif.
Konselor harus mampu mengembangkan hubungan antara konselor dengan konseli atau
anggota kelompok, dan antar anggota kelompok (dalam konseling kelompok) yang
didasarkan pada kepercayaan, pengertian, dan rasa menghargai.
Program sebagai komponen
masukan instrumental dalam sistem konseling yaitu seperangkat kegiatan
konseling yang dirancang secara terencana, terorganisasi, terkoordinasi selama
periode waktu tertentu dan dilakukan secara berkaitan untuk mencapai tujuan.
Kejelasan dan ketepatan penyusunan program memegang peranan penting dalam
rangka keberhasilan pelaksanaan konseling di sekolah.
Tujuan penyusunan program
ialah agar kegiatan di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif, dan
efisien, serta hasil-hasilnya dapat dievaluasi. Tersusun dan terlaksananya
program konseling dengan baik akan menjamin pencapaian tujuan konseling pada
khususnya dan tujuan sekolah pada umumnya. Pelaksanaan program konseling
terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah siswa
yang berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar, karir.
Sarana merupakan
seperangkat alat bantu untuk memperlancar proses konseling. Sarana sebagai
perangkat alat bantu akan mempermudah konselor dan konseli sebagai personil
sistem dalam mencapai tujuan. Sarana yang dimaksudkan dalam komponen
instrumental sistem konseling, yaitu ruangan, tempat duduk dan perlengkapan
administrasi lain untuk kegiatan konseling.
Tahapan sebagai komponen
dalam sistem konseling yang digunakan oleh konselor sebagai personil sistem
dalam pemrosesan masukan menjadi keluaran. Tahapan dalam konseling kelompok
meliputi tahap permulaan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap akhir. Tahapan
dalam konseling individual meliputi tahap permulaan, tahap kegiatan, dan tahap
akhir.
Norma adalah petunjuk yang
harus dijalankan oleh konselor dan konseli sebelum, selama, dan sesudah
kegiatan konseling. Norma konseling yang berupa ketentuan berkenaan dengan
pengembangan suasana interaksi yang akrab, hangat permisif, terbuka,
kerahasiaan.
Tujuan dirumuskan
berdasarkan kebutuhan siswa, perkembangan siswa dan tuntutan lingkungan. Tujuan
yang ditetapkan dalam konseling adalah target yang harus dipenuhi, motivator
bagi konselor dan konseli, merupakan imbalan dari hasil usaha. Tujuan konseling
merupakan kompas petunjuk arah kemana konseling harus menuju, dan apa yang
ingin dicapai dari kegiatan konseling. Tujuan ialah kondisi yang diinginkan dalam
sistem konseling setelah terjadi proses dari masukan menjadi keluaran.
Hakikat konseling terletak
pada keterkaitan antara lingkungan belajar dengan perkembangan siswa, dan
konselor berperan sebagai fasilitator. Proses yang menyangkut jenis
relasi/interaksi, perlakuan, dan kontrak perlakuan/perkembangan merupakan
komponen inti dalam sistem konseling yang merubah masukan menjadi keluaran.
Proses konseling mengacu pada konselor dan konseli yang bekerja sama atas dasar
beberapa kebutuhan, masalah, dan atas dasar tujuan tertentu, dengan
memanfaatkan program yang telah ditetapkan, norma yang disepakati, sarana yang
tersedia, melalui tahapan permulaan, kegiatan, dan akhir. Proses konseling
dimonitor dan dievaluasi sejak awal sampai akhir konseling, sehingga merupakan
suatu proses berkelanjutan.
Hasil konseling merupakan
hasil relasi/interaksi antara komponen sistem yang berlangsung dalam sistem
konseling. Hasil konseling bisa positif dan bisa negatif untuk setiap individu.
Komponen-komponen yang
terkandung dalam konseling sebagai suatu sistem, harus baik dan terpadu, sebab
dapat menunjang lancarnya pencapaian tujuan konseling secara optimal.
Sementara itu, BK sebagai
suatu sistem memiliki tiga aspek utama (Gunawan, 2001), yaitu:
1.
Tujuan yang hendak dicapai
sebagai aspek utama yang harus ditentukan terlebih dahulu. Penetapan tujuan
akan memudahkan konselor menentukan strategi yang akan dikembangkan dalam
rangka mencapai tujuan yang dimaksud.
2.
Kegiatan pokok yang
menunjang langsung tercapainya tujuan. Bagian-bagian pokok dari suatu sistem
dan strategi yang dikembangkan biasanya disebut sebagai penjabaran aktivitas
dari suatu strategi yang di dalamnya terdapat aktivitas utama yang hendak
dilakukan. Dengan kata lain, tercapainya tujuan hanya mungkin terjadi melalui
implementasi kegiatan-kegiatan yang dimaksud. Kegiatan-kegiatan yang
dikembangkan sebaiknya dirumuskan secara tepat sasaran dan dengan dampak yang
terukur.
3.
Implementasi kegiatan
(proses) atau berfungsinya isi dari suatu strategi yang mengarah pada
pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan semaksimal mungkin
harus diusahakan dapat terlaksana sebaik mungkin.
Jadi konseling sebagai suatu
sistem adalah cara memandang unsur-unsur yang terdapat dalam proses konseling
sebagai suatu sistem dengan mengkaji secara seksama dan mendalam hubungan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam kaitannya dengan masalah
klien sehingga konselor dengan mudah dapat menetapkan alternatif bantuan atau
teknik konseling yang sesuai, dalam upaya membantu klien mewujudkan bahwa
dirinya sebagai individu yang memiliki pribadi yang mandiri.
D. Unsur –
unsur yang terdapat dalam Proses konseling
1.
Konselor
Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang konselor apabila ia
memiliki pendidikan yang cukup dan menguasai teori-teori tentang konseling,
serta mempunyai keahlian dan keterampilan dalam melakukan proses konseling.
Dalam proses konseling ini, konselor mempunyai peranan untuk dapat membantu
klien dalam mengungkapkan masalahnya. Hal ini dilakukan dengan cara
berinteraksi sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada klien.
Konselor merupakan komponen dasar untuk pengoperasian sebuah
sistem, yaitu sistem konseling. Konselor dalam proses konseling harus menguasai
dan mengembangkan kemampuan (keterampilan) dan sikap yang memadai untuk
terselenggaranya proses kegiatan secara efektif. Konselor harus mampu
mengembangkan hubungan anatara konselor dengan klien atau anggota kelompok, dan
antar anggota kelompok(dalam konseling kelompok) yang didasarkan pada
kepercayaan, pengertian, dan rasa menghargai.
Hubungan ini harus ditetapkan/dibentuk tanpa memandang
tingkah laku, keyakinan, sikap, suku bangsa, jenis kelamin, atau status sosial
ekonomo klien (Stewart,1978:6).
Konselor harus memiliki kesadaran dan disiplin diri yang
memungkinkan pengontrolan kebutuhan dan tingkah laku dirinya sendiri, sementara
menjadi empati dan obyektif terhadap kebutuhan klien. Konselor juga memasukan
pengetahuan tentang prinsip-prinsip psikologi tentang tingkah laku manusia,
kondisi sosial ekonomi dan kode etik yang ditetapkan untuk pelaksanaan sistem
konseling.
Keterampilan dan sikap yang harus dimiliki konselor meliputi:
a.
Kehendak dan usaha untuk
mengenal dan mempelajari diri klien,dinamika kelompok, fungsi-fungsi konselor
dan saling hubungan antar individu dalam konseling;
b.
Kesediaan menerima orang
lain, yang terlibat dalam konseling tanpa pamrih;
c.
Kehendak untuk dapat
didekati dan membantu tumbuhnya saling hubungan antara konselor dengan klien
atau antara anggota kelompok (dalam konseling kelompok);
d.
Kesediaan menerima berbagai
pandangan dan sikap yang berbeda, yang barangkali amat berlawanan terhadap
pandangan konselor;
e.
Pemusatan perhatian terhadap
suasana, perasaan dan sikap klien dan konselor sendiri;
f.
Penimbulan dan pemeliharaan
saling hubungan;
Pengarahan yang teguh demi tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan;
Pengarahan yang teguh demi tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan;
g.
Keyakinan akan kemanfaatan
dinamika kelompok sebagai wahana untuk membantu anggota kelompok (dalam
konseling kelompok);
h.
Rasa humor, rasa bahagia, dan
rasa puas, baik yang dialami oleh konselor sendiri maupun klien.
2.
Klien
Dalam proses konseling, klien adalah penderita. Berperan
sebagai penerima alternatif bantuan dari konselor agar bisa berubah menjadi
pribadi yang lebih baik. Klien sebagai individu yang dilayani merupakan
komponen dasar dalam sistem konseling, yang mengikat satu sama lain, tidak
hanya membawa masalah, kebutuhan yang perlu dipecahkan dan dipenuhi, tetapi
secara keseluruhan ia memiliki kualitas seperti : Kesehatan fisik, penampilan, sifat
genetik, usia, suku, bangsa, adat istiadat, jenis kelamin, status
sosial-ekonomi, struktur motivasi, latar belakang lingkungan, dan serangkaian
nilai yang memberi warna dan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain,
sehingga setiap individu menjadi seorang yang unik.
Dengan demikian konselor (atau anggota lain dalam konseling
kelompok) harus siap memberi respon terhadap keunikan-keunikan individu.
Siswa/individu merupakan komponen utama dalam proses konseling.
Kegiatan konseling dipengaruhi oleh peranan individu yang dilayani. Dalam konseling kelompok, kegiatan/kehidupan kelompok sebagian besar didasarkan atas peranan anggota kelompok. Kehidupan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secar aktif setiap anggota kelompok, dan bahkan lebih dari itu, dalam batas-batas tertentu suatu kelompok dapat melakukan kegiatan tanpa kehadiran peranan pemimpin kelompok sama sekali.
Siswa/individu merupakan komponen utama dalam proses konseling.
Kegiatan konseling dipengaruhi oleh peranan individu yang dilayani. Dalam konseling kelompok, kegiatan/kehidupan kelompok sebagian besar didasarkan atas peranan anggota kelompok. Kehidupan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secar aktif setiap anggota kelompok, dan bahkan lebih dari itu, dalam batas-batas tertentu suatu kelompok dapat melakukan kegiatan tanpa kehadiran peranan pemimpin kelompok sama sekali.
3. Teknik
Konseling
Adalah cara atau tindakan yang dilakukan oleh seorang ahli
kepada individu yang mengalami masalah yang bermuara pada teratasinya masalah.
Teknik ini berperan sebagai alat bantu konselor dalam memberikan masukan yang
terbaik untuk kliennya.
4. Suasana
Lingkungan
Susana lingkungan dalam proses konseling juga memiliki
peranan penting, karena dapat dijadikan acuan bagi seorang konselor dalam
meberikan alternatif bantuan kepada klien, yang sesuai dengan situasi dan
kondisi daerah setempat.
Unsur-unsur dalam proses konseling ini harus terpadu dan
dipandang sebagai suatu sistem. Perubahan status dari suatu unsur menjadi
sistem atau sebaliknya tidak lain adalah pada cara memandang ruang lingkup
suatu permasalahan. Jika sebuah unsur dari suatu sistem dipisahkan dengan
unsur-unsur yang lain untuk dikaji secara tersendiri, maksudnya ialah agar
unsur tersebut dapat dipahami secara mendalam. Demikian pula hubungan antara
bagian yang satu dengan yang lainnya dapat ditemukan dan dipahami lebih
seksama. Sehingga dapat ditemukan metode-metode pemecahan masalah secara lebih
baik.
E. Unsur –
unsur Konseling Sebagai Suatu Sistem
Dalam proses konseling terdapat beberapa komponen yang harus
dipandang sebagai suatu sistem. Maksudnya konselor harus berpikir secara
sistemik dalam memperhatikan hubungan komponen-komponen yang terkait dengan
kebutuhan yang dibawa oleh siswa/individu dalam konseling (individual ataupun
kelompok), baik yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan
pengatasan masalah.
Dengan cara demikian memungkinkan konselor bekerja secara
efektif dan efisien dalam membantu siswa melalui layanan konseling. Kompoen-komponen
yang terkadung dalam konseling sebagai suatu sistem harus dikaji secara khusus
dan mendalam.
Melalui pengkajian, konselor akan memperoleh pemahaman
terhadap setiap komponen yang terkandung dalam konseling.
Ø Masukan merupakan komponen awal untuk pengoperasian sebuah
sistem.
Ø Proses merupakan kegiatan yang dapat mengubah masukan menjadi
keluaran.
Ø Keluaran sebagai hasil dari suatu operasi.
Masukan, proses, dan
keluaran merupakan unsur normal dalam semua sistem, dan merupakan istilah yang
digunakan untuk menerangkan semua sistem.
a)
Masukan (Input)
Masukan (input) sistem
adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan
yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik)
maupun yang tidak tampak. Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah,
sedangkan contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa
pelanggan).
b)
Proses (Process)
Proses merupakan bagian yang
melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang
berguna dan lbih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga
bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau
limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit,
proses dapat berupa aktivitas pembedahan pasien.
c)
Keluaran (Output)
Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada
sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan,
dan sebagainya. Komponen-komponen yang terkandung dalam konseling sebagai suatu
sistem, harus baik dan terpadu, sebab komponen-komponen yang baik dan terpadu
dapat menunjang lancarnmya pencapaian tujuan konseling secara optimal.
Hubungan fungsional dan terpadu semua komponen dalam
konseling harus dinamis agar fungsi dari semua unsur terarah pada pencapaian
tujuan konseling, yaitu terwujudnya perkembangan pribadi yang optimal,
terhindarnya dari masalah dan terpecahkannya masalah klien. Hubungan fungsional
dan keterpaduan semua komponen dalam konseling memegang peranan penting dalam
menentukan keberhasilan konseling sebagai suatu sistem. Tanpa adanya hubungan
fungsional secara terpadu antara semua komponen, maka suatu komponen yang baik
kondisinya praktis tidak punya arti dalam pencapaian tujuan konseling.
Ditinjau dari segi pencapaian tujuan, pada prinsipnya
keterpaduan semua komponen dalam suatu sistem konseling dilaksanakan untuk
mencapai tujuan konseling secara optimal jika optimasi pencapaian tujuan tetap
dipertahankan, meskipun ada komponen lain dalam sistem yang kurang menunjang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran yang disajikan dapat kami simpulkan bahwa Konseling
Sebagai Suatu Sistem adalah cara memandang unsur-unsur yang terdapat dalam
proses Konseling sebagai suatu sistem dengan mengkaji secara seksama dan
mendalam hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam kaitannya
dengan masalah klien sehingga konselor dengan mudah dapat menetapkan alternatif
bantuan atau teknik Konseling yang sesuai, dalam upaya membantu klien
mewujudkan bahwa dirinya sebagai individu yang memiliki pribadi yang mandiri. Ditinjau
dari segi pencapaian tujuan, pada prinsipnya keterpaduan semua komponen dalam
suatu sistem konseling dilaksanakan untuk mencapai tujuan konseling secara
optimal jika optimasi pencapaian tujuan tetap dipertahankan, meskipun ada
komponen lain dalam sistem yang kurang menunjang.
B. Saran
Saran yang dapat penulis
berikan kepada pembaca, yaitu:
1. Masalah
yang kita hadapi dapat terselesaikan dengan bantuan orang-orang di sekeliling
kita.
2. Konselor
membantu klien agar bisa mandiri dalam mengatasi masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
AT, Andi Mappiare. 2004. Pengantar
Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT Raja Graffindo Persada.
Prayitno dan Erman Amti.
2004. Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Winkel, W.S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan. Jakarta : Grasindo.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)