>

Sabtu, 20 Desember 2014

Aplikasi Lapangan Kerja Konselor

BAB I
PENDAHULUAN

A.             Latar Belakang
Konseling adalah proses pemberian bantuan non material yang dilakukan oleh seorang konselor kepada klien yang dilakukan dengan wawancara konseling yang dilakukan secara sistematis, dinamis, berkesinambungan, dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, yang bermuara pada pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
Konseling merupakan sebuah kebutuhan yang diperlukan oleh semua masyarakat yang mencakup semua kalangan yang menangani hal-hal yang menyangkut kehidupan manusia. Konseling dapat diaplikasikan kedalam lapangan kerja, yakni konseling pranikah, konseling perkawinan, konseling keluarga dan konseling pendidikan. untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dipaparkan mengenai beberapa konseling dalam aplikasi lapangan kerja.

B.              Rumusan Masalah
1.   Apa sajakah aplikasi lapangan kerja konseling ?
2.   Bagaimana cara menangani masalah sesuai dengan aplikasi lapangan kerja konseling itu sendiri ?
3.   Apa peranan konselor dalam aplikasi lapangan kerja konseling itu ?

C.              Tujuan
1.      Mengetahui apa saja aplikasi lapangan kerja konseling
2.      Mengetahui cara menangani masalah klien sesuai dengan aplikasi lapangan kerja konseling
3.      Mengetahui peranan konselor dalam aplikasi lapangan kerja konseling

BAB II
PEMBAHASAN



I.                     Konseling Pranikah
A.             Pengertian Konseling Pranikah
           Konseling pranikah merupakan konseling yang deselenggarakan kepada pihak – pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana pernikahannya. Menurut Brammer dan Shostrom, tujuan konseling pranikah adalah membantu patner pranikah untuk mencapai emahaman yang lebih baik rentang drinyaa, masing – masing pasangan dan tuntutan – tuntutan perkawinan. Konseling pranikah dianggap penting karena banyak orang yang merasa salah dalam menetapkan pilihannya, atau mengalami banyak kesulitan dalam penyesuaian diri dalam kehidupan berkeluarga. Banyak orang yang terburu-buru membuat keputusan tanpa mempertimbangkan banyak aspek sehubungan dengan kehidupan berumah tangga.

B.              Aspek yang Perlu Diasesmen
Aspek yang perlu dipahami dan diasesmen konselor jika melakukan konseling pranikah :
1.               Riwayat Perkenalan
Konselor perlu mengetahui riwayat perkenalan pasangan pranikah. Dimana mulai berkenalan, seberapa lama perkenalannya berlangsung, bagaimana mereka saling mengetahui satu dengan lainnya, misalnya tentang pembicaraan tentang nilai, tujuan, dan harapannya terhadap hubungan pernikahan, dan alas an mereka berkeinginan melanjutkan perkenalannya kea rah pernikahan.
2.               Perbandingan Latar Belakang Pasangan
Keberhasilan membangun keluarga seringkali dihubungkan dengan latar belakang pasangan. Keseteraaan latar belakang lebih baik penyesuaian pernikahannya disbanding dengan yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Konselor perlu mengungkapkan latar belakang pendidikan, budaya keluarga setiap partner dan status social ekonominya sepenuhnya harus dieksplorasi, dan perbedaan agama, serta adat istiadat keluarganya.
3.               Sikap Keluarga Keduanya
Sikap keluarga terhadap rencana pernikahannya, termasuk bagaimana sikap mertua dan sanak keluarga terhadap keluarga nantinya, apakah mereka menyetujui terhadap rencana pernikahannya, atau memberikan dorongan, dan bahkan memaksakan agar menikah dengan orang yang disenangi.
4.               Perencanaan Terhadap Pernikahan
Perencanaan terhadap pernikahan meliputi rumah yang akan ditempati, system keuangan keluarga yang hendak disusun dan apa yang dipersiapkan menjelang pernikahan.
5.               Faktor Psikologs dan Kepribadian
Factor psikologis dan kepribadian yang perlu diasesmen adalah sikap mereka terhadap peran seks dan bagaimana peran yang hendak dijalankan di keluarganya nanti, bagaimana perasaan mereka terhadap dirinya, dan usaha apa yang akan dilakukan untuk keperluan keluarganya nanti.
6.               Sifat Prokreatif
Menyangkut sikap mereka terhadap hubungan seksual dan sikapnya jika memiliki anak. Bagaimana rencana pengasuhan terhadap anaknya kelak.
7.               Kesehatan dan Kondisi Fisik
Hal lain yang sangat penting adalah perlunya diketahui tentang kesesuaian usia untuk mengukur kematangan emosialnya secara usia kronologis, kesehatan secara fisik dan mentalnya, dan factor-faktor genetic.

C.              Prosedur Konseling Pranikah
Konseling pranikah diselenggarakan prosedur sebagaimana konseling perkawinan. Yang menjadi penekanan pada konseling pranikah ini lebih bersifat antisipatif, yaitu mempersiapkan diri untuk menetapkan pilihan yang tepat sehubungan dengan rencana pernikahannya.

II.                     Konseling Perkawinan

A.             Pengertian
Konseling perkawinan memiliki beberapa istilah, yaitu couples counseling, marriage counseling, dan marital counseling. Klemer (1965) memaknakan konseling perkawinan sebagai konseling yang diselenggarakan sebagai metode pendidikan, metode penurunan ketegangan emosional, metode embantu patner – patner yang menikah untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan masalah yang lebih baik. Dikatakan sebagai metode pendidikan karena konseling perkawinan memberikan pemahaman kepada pasangan suami isteri yang berkonsultasi tentang diri, pasangan dan masalah – masalah dalam hubungan perkawinan serta cara – cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.

B.              Perbandingan Konseling Perkawinan dan Keluarga
Secara umum konseling keluarga itu dibatasi sebagai konseling yang berhubungan dengan masalah – masalah keluarga, sementara konseling perkawinan lebih menekankan pasa masalah – masalah pasangan ( suami isteri ).
Sekalipun  konseling keluarga dan konseling perkawinan memiliki penekanan tersendiri, kedua macam konseling tersebut memiliki prosedur yang sama. Konseling perkawinan pada dasarnya adalah sebuah prosedur konseling keluarga yang dikembangkan dari adanya konflik hubungan perkawinan dan menekankan pada hubungan perkawinantanpa mengabaikan nilai konseling individu. Konseling keluarga dilakukan jika masalah yang dialami oleh anggota keluarga secara jelas tidak dapat terpecahkan tanpa adanya keterlibatkan bersama – sama anggota keluarga yang bersangkutan.

C.              Permasalahan  Perkawinan
Beberapa masalah pasangan yang sering kali menjadi masalah dalam suatu perkawinan, dan tentunya menjadi perhatian konselor. Ada tiga masalah yang mungkin dihadapi dalam konseling perkawinan.
1.               Adanya harapan dalam perkawinan yang tidak realistis. Harapan yang berlebihan terhadap rencana pernikahan dan tidak dapat terwujud secara nyata selama kehidupan berkeluarga, dapat menimbulkan suatu permasalahan, yaitu kekecewaan pada salah satu atau keduanya.
2.               Kurang pengertian satu dengan lainnya. Jika salah satu atau bahkan keduanya tidak saling memahami dapat mengalami kesulitan dalam hubungan perkawinan. Pemahaman tidak hanya diberikan melalui pemahaman, tetapi juga melalui tindakan afeksi dan tindakan nyata lainnya.
3.               Kehilangan ketetapan untuk membangun keluarga secara langgeng. Sebagian orang memandang bahwa keluarga yang dibangunnya tidak lagi dapat dipertahankan. Sekalipun sudah cukup waktu membangun keluarga, mempertahankan keluarga bagi suatu pasangan adalah sangat sulit. Mereka ini melihat mempertahankannya tidak membawa kepuasan sebagaimana yang diharapkan bagi dirinya.
Hal – hal yang juga sering menjadi masalah dalam perkawinan adalah kurangnya kesetiaan salah satu atau kedua belah pihak, memiliki hubungan ekstramarital pada salah satu atau kedua belah pihak, dan perspisahan diantara pasangan. Problem-problem perkawinan ini dapat dipecahkan melalui konseling asalkan kedua belah pihak (pasangan) berkeinginan untuk menyelesaikannya.


D.             Tujuan Konseling Perkawinan
Dalam konseling perkawinan, konselor membantu klien (pasangan) untuk melihat realitas yang dihadapi, dan mencoba menyusun keputusan yang tepat bagi keduanya. Secara lebih rinci tujuan jangka panjang konseling perkawinan adalah sebagai berikut.
1.               Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling empati di antara patner.
2.               Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing – masing.
3.               Meningkatkan sikap untuk saling membuka diri.
4.               Meningkatkan hubungan yang lebih intim.
5.               Mengembangkan keterampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya.

E.              Asumsi – Asumsi Konseling Perkawinan
1.               Konseling perkawinan lebih menekankan pada hubungan pasangan, bukan pada kepribadian masing – masing patner. Konselor tidak menekankan untuk mengetahui secara mendalam kepribadian setiap klien yang dating. Dia akan menekankan bagaimana hubungan yang terjadi selama ini diantara pasangan tersebut.
2.               Masalah yang dihadapi kedua nelah pihak adalah mendesak, sehingga konseling perkawinan dilaksanakan dengan pendekatan langsung untuk memecahkan masalah.
3.               Masalah yang dihadapi pasangan adalah masalah – masalah normal, buka kasus yang sangat ekstrem yang bersifat patologis. Maslah normal adalah masalah kehidupan pasangan yang umum dialami oleh keluarga, hanya saja keduannya mengalami kesulitan dalam mengatasi konflik-konfliknya.

F.               Tipe – Tipe Konseling Perkawinan
1.               Concurrent Martial Counseling
Konselor melakukan konseling secara terpisah pada setiap patner. Metode ini digunakan ketika salah seorang partner memiliki masalah psikis tertentu untuk dipecahkan sendiri, selain juga mengatasi masalah yang berhubungan dengan pasangannya.
2.               Collaborative Marital Counseling
Setiap patner secara individual menjumpai konselor yang berbeda. Konseling ini terjadi ketika seorang partner lebih suka menyelesaikan masalah hubungan perkawinanya, sementara konselor yang lain menyelesaikan masalah-masalah lain yang juga menjadi perhatian kliennya.
3.               Conjoint Marital Counseling
Suami isteri bersama – sama datang ke seorang atau beberapa konselor. Pendekatan ini digunakan ketika kedua partner dimotivasi untuk bekerja dalam hubungan, penekanan pada pemahaman dan modifikasi hubungan.
4.               Couples Marital Counseling
Beberapa pasangan datang ke seorang atau ke beberapa konselor. Cara ini dapat mengurangi kedalaman situasi emosional antara pasangan, selanjutnya mereka belajar dan memelihara perilaku yang lebih rasional dalam kelompok.

G.             Peranan Konselor
1.               Menciptakan hubungan dengan klien.
2.               Memberikan kesempatan kepada klien untuk membuka perasaan  perasaan secara leluasa di hadapan pasangannya.
3.               Memberikan dorongan dan menunjukan penerimaannya kepada klien.
4.               Melakukan diagnosis terhadap kesulitan – kesulitan klien.
5.               Membantu klien untuk menguji kekuatan – kekuatannya, dan mencari kemungkinan aternatif dalam menentukan tindakannya.

H.             Langkah – Langkah Konseling
1.               Tahap persiapan, yaitu tahap dimana klien menghubungi konselor.
2.               Tahap keterlibatan, yaitu tahap keterlibatan bersama klien.
3.               Tahap menyatakan masalah, yaitu menetapkan masalah yang dihadapi oleh pasangan.
4.               Tahap interaksi, yaitu konselor menetapkan pola interaksi untuk penyelesaian masalah.
5.               Tahap konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan keakuratan hipotesis dan memformulasikan langkah – langkah pemecahan.
6.               Tahap penentuan tujuan, yaitu taha yang dicapai klien telah mencapai perilaku yang normal, telah mencapai cara berkomunikasi, telah menaikan self esteem dan membuat keluarga lebih kohesif.
7.               Tahap akhir dan penutup, yaitu merupakan kegiatan mengakhiri hubungan konseling setelah tujuannya tercapai.

I.                Kesulitan dan Keuntungan Konseling Perkawinan
Konseling perkaawinan tidaklah mudah, karena orang yang ditanganibermasalah, dan masalahnya menyangkut hubungan satu dengan lainnya. Konselor harus memberikan perhatian yang sama kepada keduanya. Konselor tidak dibenarkan membela atau mengesampingkan salah satu diantara pasangan yang berkonsultasi. Konselor membutuhkan kemampuan khusus untuk menangani pasangan. Dibandingkan dengan konseling individual, konseling perkawinan membutuhkan kemampuan dalam member perhatian, mrngatur pembicaraan, kemmapuan konfrontasi, dan keterampilan konseling lain.
Namun demikian, konseling perkawinan juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan konseling individu, yaitu :
1.               Konselor dan pasangan klien dapat mengidentifikasi distorsi karena pasangannya mengikuti konseling secara bersama.
2.               Dapat dengan mudah mengetahui konflik – konflik di antara asangan dan tranferensi yang terjadi pada pasangan.
3.               Terfokus pada kehidupan sejak awal pernikahan sampai kehidupan yang terakhir.

III.                     Konseling Keluarga
A.          Pengertian Konseling Keluarga
         Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga in secara khusus memfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga. Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu system, permasalahan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Pada mulanya konseling keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak agar beradaptasi lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui perbaikan lingkungan keluarganya. Yang menjadi klien adalah orang yang memiliki permasalahan pertumbuhan di dalam keluarga. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah menetapkan apa kebutuhan dia dan apa yang akan dikerjakan agar tetap survive di dalam system keluarganya.
         Hal tersebut sejalan dengan pendapat Golden dan Sherwood, yang menjelaskan bahwa konseling atau terapi keluarga merupakan metode yang difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan problem perilaku anak. Dasar diselenggarakan konseling keluarga karena keluarga memiliki kekuatan untuk mendorong atau mengambat usaha yang baik dari konselor atau guru yang berusaha membantu guru meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kliennya.
         Menurut Crane, salah seorang konselor behavioral, konseling keluarga merupakan proses pelatihan terhadap orangtua dalam hal metode mengendalikan perilaku yang positif dan membantu orang tua dalam hal metode mengendalikan perilaku yang positif  dan membantu orang tua dalam perilaku yang dikehendaki. Dalam pengertian ini, konseling keluarga tidak bermaksud untuk mengubah kepribadian, sifat, dan karakter orang-orang yang terlibat, tetapi lebih mengusahakan perubahan dalam system keluarga melalui pengubahan perilaku, utamanya orang tua. Dalam konseling keluarga yang menjadi unit terapi adalah keluarga sehubungan dengan masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga tersebut. Hal tersebut berbeda dengan konseling individual karena yang menjadi unit terapi adalah individu sekalipun masalah yang dihadapi dan yang dipecahkan adalah berhubungan dengan keluarganya.

B.           Masalah – masalah Keluarga
         Anak di dalam suatu keluarga sering kali mengalami masalah dan berada dalam kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan dan kekuasaan orang tua. Permasalahan anak adakalanya diketahui oleh orangtua dan seringkali tidak diketahui oleh orang tua. Permasalahan yang diketahui orangtua jika fungsi-fungsi psikososial dan pendidikannya terganggu. Orangtua akan menghantarkan anaknya ke konselor jika mereka memahami bahwa anaknya sedang mengahdapi masalah atau sedang mengalami gangguan yang berat. Karena itu konseling keluarga lebih banyak memberikan pelayanan terhadap keluarga dengan anak yang mengalami gangguan.
         Hal kedua berhubungan dengan keadaan orangtua. Banyak dijumpai orangtua tidak berkemampuan dalam mengelola rumah tangganya, menelantarkan kehidupan rumah tangganya sehingga tidak terjadi kondisi yang berkesinambungan dan penuh konflik, atau member perlakuan secara salah kepada anggota keluarga lain, dan sebagainya merupakan keluarga yang memiliki berbagai masalah. Jika mengerti dan berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga yang lebih stabil, mereka membutuhkan konseling.
         Perkembangan konseling keluarga tidak hanya menagani dua hal tersebut, permasalahan yang ketiga karena mengalami kondisi yang kurang harmoni di dalam keluarga akibat stressor perubahan-perubahan budaya, cara-cara baru dalam mengatur keluarganya, dan cara menghadapi dan mendidik anak-anak mereka. Berdasarkan pengalaman dalam penanganan konseling keluarga, masalah yang dihadapi dan dikonsultasikan kepada konselor antara lain : keluarga dengan anak yang tidak patuh terhadapan harapan orang tua, konflik antar anggota keluarga, perpisahan di antara anggota keluarga karena kerja di luar daerah, dan anak yang mengalami kesulitan belajar atau sosialisasi.
         Berbagai permasalahan – permasalahan keluarga tersebut dapat diselesaikan melalui konseling keluarga. Konseling keluarga menjadi efektif untuk mengatasi masalah – masalah tersebut jika semua anggota keluarga bersedia untuk mengubah system keluarganya yang telah ada dengan cara – cara baru untuk membantu mengatasi anggota keluarga yang bermasalah. Namun demikian, konseling keluarga juga memiliki beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, dan perlu dipertibangkan oleh konselor jika bermaksud melakukannya. Hambatan yang dimaksud diantaranya :
1.            Tidak semua anggota keluarga bersedia terlibat dalam proses konseling karena mereka menganggap tidak berkepentingan dalam usaha ini, atau karena ember kesibukan, dan sebagainya.
2.            Ada anggota keluarga yang merasa kesulitan untuk menyampaikan perasaan dan sikapnya secara terbuka di hadapan anggota keluarga lain, padahal konseling membutuhkan keterbukaan ini dan saling kepercayaan satu dengan yang lainya.

C.           Pendekatan Konseling Keluarga
         Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, ada tiga pendekatan konseling keluarga yaitu :
1.            Pendekatan Sistem Keluarga
         Murray Bowen merupakan peletak dasar pendekatan system. Menurutnya keluarga bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi. Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka.
         Menurut Bawen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari system keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan. Jika hendak menghindar dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari system keluarga. Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasioanalitasnya bukan emosionalnya.
2.            Pendekatan
         Sedangkan menurut Satir masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan self-esteem dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadi jika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga lain.
3.            Pendekatan Struktural
         Minuchin beranggapan bahwa masakah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang dibangun tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara sub system dari system keluarga itu tidak jelas. Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga yang bermasalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.

D.          Tujaun Konseling Keluarga
         Bowen menegaskan bahwa tujuan konseling keluarga adalah membantu klien (anggota keluarga) untuk mencapai individualitas, menjadi dirinya sebagai hal yang berbeda dari system keluarga. Tujuan demikian ini relevan dengan pandangannya tentang masalah keluarga yang berkaitan dengan kehilangan kebebasan anggota keluarga akibat dari peraturan dan kekuasaan keluarga.
         Satir menekankan pada tujuan mereduksi sikap defensive di dalam dan antar anggota keluarga. Pada saat yang sama konseling diharapkan dapat mempermudah komunkasi yang efektif dalam kontak hubungan antar nggota keluarga. Oleh karena itu, anggota keluarag perlu membuka inner experience (pengalaman dalamnya) dengan tidak membekukan interaksi antar anggota keluarga.
         Sedangkan Minuchin mengemukakan bahwa tujuan konseling keluarga adalah mengubah struktur dalam keluarga, dengan cara menyusun kembali kesatuan dan menyembuhkan perpecahan antara dan sekitar anggota keluarga. Diharapkan keluarga dapat menantang persepsi untuk melihat realitas, mempertimbangkan alternative sedapat mungkin dan pola transaksional. Anggota keluarga dapat mengembangkan pola hubungan baru dana struktur yang mendapatkan self-reinforcing.
         Glick dan Kessler mengemukakan tujuan umum konseling keluarga adalah untuk (1) memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota keluarga, (2) mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi, (3) member pelayanan sebagai model dan pendidik peran tertentu yang ditunjukan kepada anggota lainnya.

E.           Bentuk Konseling Keluarga
         Dalam akitannya dengan bentuknya, konseling keluarga dikembangkan dalam berbagai bentuk sebagai pengembangan dari konseling kelompok. Bentuk konseling keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu, dan anak sebagai bentuk konvensioanlnya. Saat ini juga dikembangkan dalam bentuk lain, misalnya ayah dan anak perempuan, ibu dan anak laki-laki, dan sebagainya.
         Bentuk konseling keluarga ini disesuaiakan dengan  keperluannya. Namun banyak ahli yang menganjurkan agar anggota keluarga dapat ikut serta dalam konseling. Perubahan pada system keluarga dapat dengan mudah diubah jika seluruh anggota keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka tidak hanya berbicara tentang keluarganya, tetapi juga terlibat dalam penyusunan rencana perubahan dan tindakannya.

F.            Peranan Konselor
1.            Konselor berperan sebagai facilitative a comfortable, membantu klien melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tindakannya sendiri
2.            Konselor menggunakan perlakuan melalui setting peran interaksi
3.            Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keliarga
4.            Mempelajari klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung jawab dan melakukan self – control
5.            Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien atau anggota keluarga
6.            Konselor menolak pembuatan penilaian dan membantu menjadi congruence dalam respon-respon anggota keluarga

G.          Proses dan Tahapan Konseling Keluarga
         Pada mulanya seorang klien dating ke konselor untuk mengkonsultasikan masalahnya. Biasanya dating pertama kali ini lebih bersifat “identitas pasien”. Tetapi untuk tahap penanganan diperlukan anggota keluarganya.
         Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral, yang disebutkan terdpat empat tahap secara berturut – turut sebagai berikut :
1.            Orang tua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku – perilaku alternative. Hal ini dpat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.
2.            Setelah orangtua membaca tentang prinsip dan atu telah dijelaskan materinya, konselor menunjukan kepada orang tua bagaimana cara mengimplementasikan ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada anak, sedangkan orangtua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal itu dikerjakan. Secara tipikal, orangtua akan membutuhkan contoh yang menunjukan bagaimana mengkontrofasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat pentng menunjukan kepada orangtua yang kesulitan dalam memahami dan menerapkan cara yang tepatdalam memperlakukan anaknya.
3.            Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat memberikan koreksi apabila dibutuhkan.
4.            Setelah terapis ember contoh kepada orangtua cara menangani  sanak secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orangtua mencoba menerapkannya di rumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orangtua dapat ditanyakan pada saat ini. Jika masih diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat member contoh lanjutan di rumah dan diobservasi orangtua, selanjutnya orangtua mencoba sampai mereka merasa dapat menangani kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah anaknya.

H.          Kesalahan Umum dalam Konseling Keluarga
         Dalam konseling keluarga banyak dijumpai kesalahan-kesalahan yang dilakukan konselor, sehingga hasilnya tidak efektif. Crane mengemukakan sejumlah kesalahan umum dalam penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut.
1.            Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua) untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi. Yang baik jika seluruh anggota keluarga terlibat dalam terapi / konseling.
2.            Pertama kali orangtua dan anak dating ke konselor bersama-sama, konselornya suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses, sehingga menampakan ketidak peduliannya terhadap apa yang menjadi perhatian anak. Cara yang baik adalah mengajak anak untuk bicara, memperhatikan apa yang mereka kemukakan, dan meresponnya secara cepat.
3.            Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan pandangannya kepada orangtua dan bukan menunjukan cara penanganan masalah yang dihadapi dalam situasi kehidupan yang nyata.
4.            Melihat / mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi. Jadi penekanannya adalah mengubah system interaksi dengan jalan mengubah perilaku orangtua dan mengajarkan mereka bagaimana cara mengubah perilaku anak-anak mereka.
5.            Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu otoritarian atau terlalu membiarkan dalam interaksi mereka. Orangtua perlu belajar cara memberikan dorongan dan afeksi kepada anak mereka, bukan mengendalikan perilaku anak. Konselor perlu mengajarkan cara member afeksi dan penghargaan, serta mengajarkan anak dengan penuh afeksi pula.
         Kesalahan – kesalahan dalam konseling keluarga semacam diatas sepatutnya dihindari untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Konselor tentunya diharapkan melakukan evaluasi secara terus-menerus terhadap apa yang dilakukan dan bagaimana hasil yang dicapai dari usahanya.

IV.                  Konseling Pendidikan
Pendidikan merupakan institusi pembinaan anak didik yang memiliki latar belakang sosial budaya dan psikologis yang beraneka ragam. Dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan banyak anak didik yang menghadapi masalah dan sekaligus mengganggu tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Masalah yang dihadapi sangat beraneka ragam, diantaranya masalah pribadi, sosial, ekonomi, agama dan moral, belajar, dan vokasional.
Masalah-masalah tersebut seringkali menghambat kelancaran proses belajar, meskipun masalah yang dihadapi tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan akademik. Penyelenggaraa pendidikan, khususnya tenaga pendidikan bertanggungjawab membina anak didiknya sehingga berhasil sebagaimana yang diharapkan, termasuk mereka yang mengalami masalah.
Konseling pada latar pendidikan ini telah banyak dikenal di Indonesia. Di Amerika, klinik konseling juga didirikan di sekolah dan pusat-pusat pendidikan pada awal perkembangan konseling, misalnya di Pennsylvania University pada 1896.
Konseling pendidikan terdiri atas dua macam bantuan yang berbeda yaitu perencanaan pendidikan dan bantuan remedial.
a.  Perencanaan pendidikan
Dalam perencanaan pendidikan meliputi bantuan kepada klien untuk memilih tujuan pendidikan yang tepat dan memilih mecam lembaga pendidikan yang paling tepat. Faktor yang harus dipertimbangkan untuk membantu klien dalam memilih lembaga pendidikan adalah bakat skolastik, kemampuan keuangan, minat yang memadai, kebutuhan akan pendidikan umum, dan tujuan jabatan.
Selain itu, perencanaan pendidikan juga meliputi pembuatan prediksi untuk memperoleh sukses dalam lembaga pendidikan yang akan dimasuki.
b.  Bantuan Remedial
Dalam konseling pendidikan, konselor pendidikan akan banyak menghadapi masalah instruksional. Dalam hal ini, konselor harus dapat mendiagnosa masalah remediadi untuk menetapkan langkah-langkah diagnosa atau untuk membuat referal kepada spesialisremedial. Jadi ketrampilan yang harus dimiliki konselor adalah dalam diagnosa dan remediasi (bantuan remedial).
Dalam melakukan diagnostik konselor harus menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar diagnostik dan penguasaan alat-alat yang dipergunakan. Diagnostik masalah-masalah pendidikan harus dimulai dengan pemeriksaan fisik, faktor-faktor motivasional, dan kemudian pemeriksaan mengenai ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar yang menentukan hasil belajar.


BAB III
PENUTUP

A.             Kesimpulan
Konseling pranikah merupakan konseling yang diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana pernikahannya. Aspek yang perlu diasesment dalam konseling pranikah adalah riwayat perkenalan, perbandingan latar belakang pasangan, sikap keluarga keduanya, perencanaan terhadap pernikahan, factor psikologis dan kepribadian, sikap prokreatif, kesehatan dan kondisi fisik. Konseling pranikah diselenggarakan prosedur sebagaimana konseling perkawinan. Yang menjadi penekanan pada konseling pranikah ini lebih bersifat antisipatif, yaitu mempersiapkan diri untuk menetapkan pilihan yang tepat sehubungan dengan rencana pernikahannya. Klemer (1965) memaknakan konseling perkawinan sebagai konseling yang diselenggarakan sebagai metode pendidikan, metode penurunan ketegangan emosional, metode embantu patner – patner yang menikah untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan masalah yang lebih baik.
Secara umum, konseling keluarga itu dibatasi sebagai konseling yang berhubungan dengan masalah keluarga, sementara konseling perkawinan lebih menekankan pada masalah-masalah pasangan. Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga in secara khusus memfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga. Masalah – masalah dan pendekatan yang ada dalam konseling keluarga adalah yang sesuai dengan permasalahan klien, dan pendekatan yang ada dalam konseling keluarga sendiri. Selain aplikasi lapangan kerja konseling keluarga, ada juga aplikasinya dalam konseling pendidikan, yang mana konseling pendidikan terdiri atas dua macam bantuan yang berbeda yaitu perencanaan pendidikan bantuan remedial
DAFTAR PUSTAKA

Eukaristia. (2011). Aplikasi Konseling dalam Berbagai Setting. http://animenekoi.blogspot.com/2011/06/aplikasi-konseling-dalam-berbagai.html [diakses 14 Desember 2013]

Nurhadi, Siti. (2013). Aplikasi Lapangan Kerja Konselor. http://sitinurhadii.blogspot.com/2013/06/aplikasi-lapangan-kerja-konselor.html [diakses tanggal 14 Desember 2013]













0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)