>

Sabtu, 20 Desember 2014

Perspektif Kontemporer Tentang Perilaku Tidak Sehat



BAB II
PEMBAHASAN

Perspektif
Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang suatu hal, dengan perspektif orang akan memandang suatu hal berdasarkan cara-cara tertentu. Perspektif adalah kerangka kerja konseptual, sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi perspektif manusia sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu. Perspektif membimbing setiap orang untuk menentukan bagian yang relevan dengan fenomena yang terpilih dari konsep-konsep tertentu untuk dipandang secara rasional.
A.    Perspektif Biologis
Model medis, yang diilhami oleh para dokter mulai dari Hippocrates hingga kraepelin, tetap memiliki kekuatan yang besar dalam pemahaman kontemporer tentang perilaku abnormal. Model medis mewakili perspektif biologis tentang perilaku abnormal.
1.     Sistem saraf
Sistem saraf terbuat dari sel – sel saraf yang disebut neuron. Neuron – neuron saling berkomunikasi satu sama lain, atau menyalurkan pesan. Setiap neuron memiliki badan sel, atau soma, dendrit – dendrit, dan sebuah akson. Badan sel memuat nucleus sel dan memetabolisasi oksigen untuk membawa hasil kerja dari sel. Neuron memancarkan pesan – pesan ke neuron yang lain melalui substansi kimia yang disebut neurotransmiter. Ketidakteraturan dalam kerja system neurotransmitter dikotak berkaitan erat dengan pola – pola perilaku abnormal.
2.     Bagian – bagian system saraf
System saraf terdiri dari dua bagian utama, system saraf pusat dan system saraf tepi. Kedua bagian ini juga terbagi – bagi. System saraf pusat terdiri dari otak dan tulang belakang. System saraf tepi tersusun dari saraf – saraf yang menerima dan menyalurkan pesan sensoris ke otak dan tulang belakang, dan menyalurkan pesan dari otak atau tulang belakang ke otot – otot, menyebabkan mereka berkontraksi, dan kekelenjar – kelenjar, menyebabkan mereka mensekresi hormon – hormon.
·         System saraf pusat
Bagian bawah otak, terdiri dari medula, pons, dan serebellum. Banyak saraf yang menghubungkan tulang belakang dengan tingkat otak yang lebih tinggi menjulur melalui medula. Medula memainkan fungsi vital sepeti detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Pons menyalurkan informasi tentang pegerakan tubuh yang terlibat dalam fungsi yang berkaitan dengan perhatian, tidur, dan pernapasan. Serebelum terlibat dalam keseimbangan dan perilaku motorik.
Otak tengah terletak di atas batang otak dan berisi jalur saraf yang menghubungkan batang otak dengan otak tengah.
Area penting pada bagian depan otak, adalah talamus, menyalurkan informasi sensoris kedaerah otak yang lebih tinggi. talamus juga terlibat dalam tidur dan perhatian. Hipotalamus, merupakan struktur kecil yang terletak antara talamus dan kelenjar pituitary. Hipotalamus penting dalam pengaturan temperature tubuh, konsentrasi cairan – cairan, penyimpanan nutrisi, dan motivasi serta emosi. Serebrum, merupakan “mahkota kemenangan” dan bertanggung jawab terhadap bentuk bulat pada kepala manusia. Permukaan serebrum disebut korteks serebral, pusat pemikiran perencanaan, dan pelaksanaan dari otak.
·         System saraf tepi
System saraf tepi menghubungkan otak dengan dunia luar. Dua bagian utama system saraf tepi adalah system saraf somatic dan otonomik. System saraf somatic menyalurkan pesan – pesan tentang penglihatan, suara, bau, posisi tubuh, suhu, dan lain –lain ke otak. Para psikolog terutama tertarik pada system saraf otonomik karena aktivitasnya yang berhubugan dengan respon emosional. Seperti detak jantung, pernapasan, pencernaan, dan dilatasi pupil mata. Mengevaluasi perspektif biologis tentang perilaku abnormal. Telah jelas diketahui keterlibatan struktur dan proses biologis dalam berbagai pola perilau abnormal. Faktor – faktor seperti gangguan dalam fungsi neurotransmiter dan abnormalitas otak yang mendasar dikaitkan dengan berbagai gangguan psikologis. Namun demikian, untuk berbagai gangguan lain penyebab yang tepat tetap  tidak diketahui. Misalnya faktor genetis atau faktor lingkungan pembuat stress.

B.     Perspektif Sosiologis
Perspektif sosiologi menekankan pada konteks sosial dalam mana manusia hidup. Perspektif sosiologi mengkaji bagaimana konteks tersebut mempengaruhi kehidupan manusia. Perspektif sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu sosiologi dalam mengkaji tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau proses sosial kehidupan di dalamnya. Inti dari perspektif sosiologi adalah pertanyaan bagaimana kelompok mempengaruhi manusia, khususnya bagaimana manusia dipengaruhi masyarakatnya
Perspektif sosiologi  : adalah sudut pandang yang berupa asumsi, nilai dan gagasan yang digunakan oleh peneliti dalam melihat fenomena fenomena social.
Pada perkembangannya terdapat empat perspektif dalam sosiologi, yaitu
1.      Perspektif Evolusi
Perspektif ini merupakan perspektif teoretis yang paling awal dalam sosiologi. Penganutnya adalah Auguste Comte dan Herbert Spencer. Perspektif ini memberikan keterangan yang memuaskan tentang bagaimana masyarakat manusia tumbuh dan berkembang.
Para sosiolog yang menggunakan perspektif ini mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda untuk mengetahui apakah ada urutan perubahan yang berlaku umum. Dalam perspektif ini secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan manusia atau masyarakat itu selalu bergerak maju (secara linear), namun ada beberapa hal yang tidak ditinggalkan sama sekali dalam pola kehidupannya yang baru dan akan terus dibawa meskipun hanya kecil sampai pada perubahan yang paling baru.
2.      Perspektif Interaksi Simbolis,
Perspektif ini cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang lain. Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikiran orang mempunyai kemampuan untuk memberi makna terhadap situasi yang ditemui, dan mampu bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri. Sikap dan tindakan orang tidak dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya) serta tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Jadi, orang dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan mempelajari, memahami, dan melaksanakan nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan, serta membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Karena itu orang dapat membuat, menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol lingkungannya.
Singkatnya, perspektif ini memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dengan kelompok, terutama dengan menggunakan simbol-simbol, antara lain tanda, isyarat, dan katakata baik lisan maupun tulisan. Atau dengan kata lain perspektif ini meyakini bahwa orang dapat berkreasi, menggunakan, dan berkomunikasi melalui simbol-simbol. Tokoh-tokoh yang terkenal sebagai penganut perspektif ini adalah George Herbert Mead dan W.I. Thomas.
3.      Perspektif Struktural Fungsional
Dalam perspektif ini, masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi dan teratur, serta memiliki seperangkat aturan dan nilai yang dianut sebagian besar anggota masyarakat tersebut. Jadi, masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil, selaras, dan seimbang. Dengan demikian menurut pandangan perspektif ini, setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus, karena hal itu fungsional. Sehingga, pola perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat dan apabila kebutuhan itu berubah, pola itu akan hilang atau berubah.
Hal ini juga berarti bahwa perubahan sosial akan mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil tersebut. Namun tidak lama kemudian akan tercipta kembali keseimbangan. Perspektif ini lebih menekankan pada keteraturan dan stabilitas dalam masyarakat. Lembaga-lembaga sosial seperti keluarga, pendidikan, dan agama dianalisis dalam bentuk bagaimana lembaga-lembaga itu membantu mencukupi kebutuhan masyarakat. Ini berarti lembaga-lembaga itu dalam analisis ini dilihat seberapa jauh peranannya dalam memelihara stabilitas masyarakat.
Perspektif fungsionalis menekankan pada empat hal berikut ini.
a.       Masyarakat tidak bisa hidup kecuali anggota-anggotanya mempunyai persamaan persepsi, sikap, dan nilai.
b.      Setiap bagian mempunyai kontribusi pada keseluruhan.
c.       Masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain dan saling memberi dukungan.
d.      Masing-masing bagian memberi kekuatan, sehingga keseluruhan masyarakat menjadi stabil.
Beberapa sosiolog pendukung perspektif ini adalah Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K. Merton. Seorang antropolog yang juga sangat mendukung perspektif ini, bahkan dapat dikatakan sebagai pelopornya adalah Bronislaw Malinowsky (Polandia).
4.      Perspektif Konflik.
Perspektif ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang selalu berubah, terutama sebagai akibat dari dinamika pemegang kekuasaan yang terus berusaha memelihara dan meningkatkan posisinya. Perspektif ini beranggapan bahwa kelompokkelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri yang beragam dan tidak pernah terintegrasi. Dalam mencapai tujuannya, suatu kelompok seringkali harus mengorbankan kelompok lain. Karena itu konflik selalu muncul, dan kelompok yang tergolong kuat setiap saat selalu berusaha meningkatkan posisinya dan memelihara dominasinya.
Ciri lain dari perspektif ini adalah cenderung memandang nilai dan moral sebagai rasionalisasi untuk keberadaan kelompok yang berkuasa. Dengan demikian kekuasaan tidak melekat dalam diri individu, tetapi pada posisi orang dalam masyarakat. Pandangan ini juga menekankan bahwa fakta sosial adalah bagian dari masyarakat dan eksternal dari sifatsifat individual. Singkatnya, pandangan ini berorientasi pada studi struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial. Ia memandang masyarakat terus- menerus berubah dan masing-masing bagian dalam masyarakat potensial memacu dan menciptakan perubahan sosial. Dalam konteks pemeliharaan tatanan sosial, perspektif ini lebih menekankan pada peranan kekuasaan. Tokoh yang menganut perspektif ini adalah Karl Marx dan Frederich Engles.

C.    Perspektif Psikologis
1.      Model – model psikodinamika
Teori psikodinamika didasarkan pada kontribusi Sigmund freud dan para pengikutnya. Model psikodinamika ini didasarkan pada keyakinan bahwa masalah psiologis adalah akibat dari konflik psikologis diluar alam sadar yang dapat dilacak pada masa kecil.
2.    Model – model belajar
Teori psikologi lain yang relevan juga terbentuk diawal abad 20 adalah perspektif behavioral. Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan perilaku normal atau abnormal. Dari perspektif belajar, perilaku abnormal mencerminkan perolehan, atau pembelajaran dari perilaku yang tidak sesuai dan tidak adaptif. Dari pandangan belajar, perilaku abnormal bukanlah sintomatik dari apapun. Perilaku abnormal itu sendiri merupakan masalah. Perilaku abnormal dianggap sebagai sesuatu yang dipelajari dengan cara yang sama sebagaimana perilaku normal. Watson dan teoretikus behavioristik lainnya, meyakini bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan. Sebagaimana freud, Watson tidak menggunakan konsep kebebasan pribadi, pilihan, dan self-direktion. Teoritikus behavioristik melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi perilaku kita. bagi Watson, keyakinan bahwa kita memiliki kehendak yang bebas ditentukan oleh lingkungan. Watson berfokus pada peran dari dua bentuk utama dari belajar dalam membentuk perilaku normal dan abnormal yaitu, classacal conditioning dan operant conditioning.
3.    Model – model humanistic
Suatu kekuatan ketiga dalam psikologi modern muncul pada abad pertengahan ke 20, yaitu psikologi humanistic. Para teoritikus humanistic seperti carl rogers (1902 – 1987) dan Abraham maslow (1908 – 1970) meyakini bahwa perilaku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik – konflik yang tidak disadari maupun conditioning yang sederhana. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa perilaku manusia semata – mata ditentukan oleh factor diluar dirinya, para teoritikus  melihat orang sebagai aktor dalam drama kehidupan, bukan reactor terhadap insting atau tekanan lingkungan. Mereka berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self direktion humanistic. Psikologi humanistic berhubungan erat dengan aliran filosofis eropa yang disebut sebagai eksistensialisme. Para eksistenssialis meyakini bahwa kemanusiaan kita membuat kita bertanggung jawab atas arah yang akan diambil dalam kehidupan kita.
Para humanis mempertahankan bahwa orang memiliki kecenderungan untuk melakukan self -actualization untuk berjuang menjadi apa yang mereka mampu. Tiap orang memiliki serangkaian perangai dan bakat – bakat yang mendasari perasaan dan kebutuhan individual serta memberikan perspektif yang unik dalam hidup kita. Meski pada akhirnya tiap manusia mati, namun masing – masing dapat mengisi kehidupan dengan penuh arti dan tujuan apabila kita mengenali dan menerima kebutuhan dan perasaan terdalam kita. Untuk memahami perilaku abnormal dalam pandangan humanistic, kita perlu untuk memahami penghambat yang dihadapi orang dalam berjuang mencapai self-actualization dan keautentikan. Untuk mencapai hal ini, psikolog harus belajar memandang dunia dari perspektif klien. Karena pandangan subyektif  klien tentang dunianya sendiri menginterpretasi dan mengevaluasi pengalaman mereka baik dengan cara yang bersifat self-enhancing atau self-defeating.
4.    Model-model kognitif
Kata kognif berasal dari kata latin cognition,yang berarti pengetahuan. para teorinitis kognitif mempelajari kognisi (pikiran-pikiran), keyakinan, harapan, dan sikap-sikap yang menyertai dan mungkin mendasari perilaku abnormal.mereka berfokus pada bagaimana realitas diwarnai oleh harapan-harapan dan sikap kita dan bagaimana tidak akurat atau biasanya pemprosesan informasi tentang dunia dan tempat kita di dalamnya dapat menimbulkan perilaku abnormal. Para teoritis kognitif menyakini bahwa interpretasi kita dalam kehidupan kita dan bukan peristiwa itu sendiri,menentukan keadaan emosional kita. Beberapa model kognitif yang paling menonjol dari pola-pola perilaku abnormal adalah pendekatan pemprosen informasi dan model-model yang dikembangkan oleh psikolog Albert Ellis dan psikiater Aaron Beck.

D.    Perspektif Budaya
Kebudayaan adalah sebuah proses pergulatan abadi untuk menyingkapkan universalitas. Dengan demikian putik-putik kebudayaan merupakan mula tanggap terhadap seluruh fenomena kehidupan yang teraktualisasi dalam praktek kehidupan sehari-hari. Dalam ranah antropologi, kebudayaan memiliki 3 institusi inti yang terdiri atas: ideologi, organisme, dan teknoekonomi.
Jika ideologi terdiri atas dimensi cita-cita, keyakikan-keyakinan, dan nilai-nilai dasar yang hendak dijunjung tinggi bersama sebagai acuan moral bertindak, maka organisme telah menjelma dalam bentuk organisasi sosial dan politik pada masyarakat kontemporer. Sedangkan teknoekonomi berupa cara-cara manusia beradaptasi dan mengeksploitasi alam guna mewujudkan cita-citanya.
Dengan demikian, kebudayaan adalah sebuah proses kesadaran manusia untuk menyikapi situasi kongkrit secara langsung. Dalam dinamikanya, kebudayaan juga merupakan sebuah proses menjawab pertanyaan terdalam tentang makna, rasionalitas, dan tentang manusia pada umumnya. Ketika kebudayaan tidak mampu menggapai makna dan peran rasionalitas yang semestinya menggerakkan dan mendasari perkembangan peradaban manusia, maka kebudayaan mengalami invalid pada dirinya sendiri. kebudayaan semestinya merupakan sebuah proses menggali dan menemukan makna guna menjawab pertanyaan-pertanyaan universal dalam ranah rasionalitas.
Dalam proses itu, akan ditemukan sintesa dari seluruh antitesa yang pada akhirnya akan menggerakkan akal budi menterjemahkan persepsi-persepsi yang masih bersifat postulat. Dalam dimensi ini, kebudayaan mempunyai misi penting dalam mendorong kearah sinkretisme dari seluruh usaha menemukan dan memformulasikan segi-segi humanitas dalam rangka mewujudkan hidup yang bahagia.
Sayangnya, dalam sejarah peradaban manusia, teknoekonomilah yang paling cepat membentuk cirri-ciri strategis sebuah masyarakat. Dengan demikian, jika kita hendak mengembalikan fungsi kebudayaan bagi kehidupan manusia, maka kita perlu mendasari gerakan kita lewat pemahaman secara menyeluruh tentang teknoekonomi. Di sini, titik balik kebudayaan diperlukan agar kebenaran yang selama ini terwacanakan secara episteme dan secara doxa menjadi relevan untuk dikembalikan pada asal muasal filosofisnya.
Disinilah pentingnya kegunaan seluruh refleksi filosofis bagi kehidupan politik sehari-hari. Sebab, masalah diskontinyuitas kebudayaan dan konsep tentang kebenaran yang selama ini erat kaitannya dengan kekuasaan dan pengetahuan, telah melahirkan konsep tentang ideologi yang merepresi. Disini timbul pertanyaan siapakah figur yang berbicara benar dalam kapasitasnya sebagai guru kebenaran dan keadilan? Sebab, ketika kebenaran dimengerti sebagai sebuah sistem dan prosedur teratur produksi, regulasi, distribusi, sirkulasi dan operasi pernyataan-pernyataan, maka kebenaran selalu berhubungan secara melingkar dengan sistem kekuasaan.
Pada akhirnya, kebenaran yang dihasilkan dan dijaga keberlangsungannya dalam tubuh sosial oleh sistem kekuasaan, akan menjelma sebagai ‘rezim” kebenaran. Rezim kebenaran itu bukanlah semata-mata ideologis maupun berupa superstruktural, melainkan sebuah kondisi yang berasal dari paham kapitalisme. Masalah politis ini menunjukkan secara nyata bahwa kebenaran erat kaitannya dengan kuasa dan pengetahuan. Oleh sebab itu, status kebenaran seperti itu perlu digugat karena apa yang selama ini diyakini sebagai sesuatu yang benar adalah buatan manusia lewat kuasa dan pengetahuan yang dimilikinya.
E.Perspektif Agama
Kesehatan Mental Dalam Perspektif Agama sudah dipikirkan para ahli sejak dulu. Sebenarnya pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk penyembuhan yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya para nabi atau para penyebar agama melakukan peranan-peranan therapeutic, terutama dalam menyembuhkan penyakit-penyakit rohaniah umatnya. Metode pengobatan lainnya yang digunakan dalam menyembuhkan gangguan mental diantaranya yaitu Syahadat, Iman dan takwa, Silaturahmi, Amal saleh, sabar, dan salat.
Kesehatan mental dalam perspektif agama, ada kecenderungan bahwa orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau haus akan  nilai-nilai agama, sehinga tausiyah, nasihat, atau kesempatan dialog dengan para kyiai, ustadz sangat diharapkannya. Mereka merindukan hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan agamanya atau mengatasi masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan tersebut.
Oleh karena itu, Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut :
·         Memelihara fitrah, manusia yang telah bertakwa kepada Tuhan berarti dia telah memelihara fitrahnya sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari perbuatan dosa.
·         Memelihara jiwa
·         Memelihara akal
·         Memelihara keturunan
Para ahli juga mengemukakan pendapat tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental sebagai berikut.
·         William James  berpendapat bahwa keimanan pada Tuhan adalah terapi terbaik bagi keresahan dan merupakan penopang hidup.
·         Carl G. Jung mengemukakan bahwa yang menyebabkan pasien terjangkit penyakit adalah hilangnya dasar – dasar agama mereka dan mereka akan sembuh setelah mereka kebali kepada wawasan agama.
·         A. A Briel mengatakan bahwa individu yang benar – benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa.
·         Shelley E. Taylor mengemukakan beberapa hasil penelitian para ahli tentang dampak positif agama terhadap kesehatan mental dan kemampuan mengatasi stress yang diantaranya sebagai berikut:
·         Palaotzian dan Kirkpatrick mengemukan bahwa agama dapat meningkatkan kesehatan mental dan membantu individu untuk mengatasi stress.
·         Ellison mengemukakan bahwa agama dapat mengembangkan kesehatan psikologis banyak orang, orang yang kuat imannya akan lebih bahagia dan lebih sedikit mengalami dampak negatif dari kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu. Adapun pribadi yang sehat mentalnya menurut perspektif agama diantaranya yaitu:
·         Beriman kepada Allah dan taat mengamalkan ajarannya.
·         Jujur, amanah (bertanggung jawab) dan ikhlas dalam beramal.
Selain itu, dalam bukunya Kesehatan Mental, Prasojo menjelaskan prinsip-prinsip  kesehatan mental kaitannya dengan agama yang didasarkan pada hubungan manusia dengan Tuhan, adalah sebagai berikut:
·         Kestabilan mental tercapai dengan perkembangan kesadaran seseorang terhadap sesuatu yang lebih luhur daripada dirinya sendiri tempat ia bergantung kepada Tuhan.
·         Kesehatan mental dan ketenangan batin (equanimity) dicapai dengan kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia dengan Tuhan, seperti melalui sholat dan berdoa.




KESIMPULAN

Perspektif adalah kerangka kerja konseptual, sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi perspektif manusia sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu.
Ada beberapa jenis perspektif diantaranya adalah Perspektif  biolgis Model medis mewakili perspektif biologis tentang perilaku abnormal yaitu sistem saraf, bagian - bagian system saraf (system syaraf pusat dan system syaraf tepi). Perspektif sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu sosiologi dalam mengkaji tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau proses sosial kehidupan di dalamnya. Perspektif psikologis yang didalam nya ada (model psikodinamika, model belajar, model humanistic, model kognitif). Perspektif budaya, dan perspektif  agama bahwa agama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan mental individu.








DAFTAR PUSTAKA


Nevid, J.S dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I Jakarta : Erlangga



0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)