>

Sabtu, 20 Desember 2014

Asas-Asas Komunikasi Antar Pribadi dalam Konseling


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan yang dilakukan oleh seorang profesional yang sifatnya membantu (helping professions). Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan dalam bimbingan dan konseling adalah melalui komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi adalah cara yang paling sering digunakan oleh konselor untuk melakukan proses konseling. Proses konseling sendiri menyangkut berbagai hal yang bersifat pribadi oleh karena itu perlu adanya asas-asas yang mengatur jalannya proses komunikasi pribadi dalam konseling.
Asas-asas yang dimaksud disini adalah ketentuan-ketentuan yang mesti diterapkan dalam proses komunikasi antarpribadi dalam konseling. Asas ini bertujuan agar proses konseling itu dapat berlangsung secara efektif dan dapat tercapai tujuannya.
Oleh karena itu disini kami akan membahas tentang asas-asas layanan bimbingan “konseling” yang meliputi asas-asas komunikasi antar pribadi, kondisi-kondisi eksternal dan internal, teknik-teknik konseling yang verbal dan non verbal, tenaga pengajar dan konseling.
B.       Rumusan Masalah
a.       Apa sajakah asas komunikasi antarpribadi dalam konseling?
b.      Apa sajakah keadaan yang akan berpengaruh terhadap proses konseling dan terhadap hubungan antarpribadi yang berlangsung selama proses konseling?
c.       Apa sajakah teknik-teknik konseling?
d.      Bagaimana seharusnya sikap tenaga pengajar dalam proses konseling?

C.      Tujuan Penulisan
a.       Mengetahui asas-asas komunikasi antarpribadi dalam konseling.
b.      Mengetahui kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi proses konseling.
c.       Mengetahui teknik-teknik konseling.
d.      Mengetahui cara bersikap yang benar dalam proses konseling.

BAB II
PEMBAHASAN
Bimbingan dan konseling termasuk golongan jabatan profesional yang disebut helping professions, yaitu jabatan untuk membantu orang lain dalam pengembangan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh seorang pekerja soial, pemuka agama, psikiater dan ahli pskoanalisis, psikolog klinis dan psikoterapeut, serta konselor sekolah. Pelayanan kepada sesama terlaksana di dalam interaksi pribadi dan komunikasi antarpribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping relationship).
Dalam pembahasan ini berturut-turut akan membahas asas-asas komunikasi antar pribadi, kondisi-kondisi eksternal dan internal, teknik-teknik konseling yang verbal dan non verbal, tenaga pengajar dan konseling.
A.      Asas-asas Komunikasi Antarpribadi dalam Konseling
Dalam interaksi dan komunikasi antarpribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping relationship) yang berlangsung secara formal dan dikelola secara profesional, ciri-ciri dari hubungan antarpribadi adalah sebagai berikut:
1.        Bermakna, baik untuk konselor dan konseling.
2.        Mengandung unsur kognitif dan afektif.
3.        Berdasarkan saling kepercayaan dan saling keterbukaan.
4.        Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan.
5.        Terdapat suatu kebutuhan dari pihak konseli.
6.        Terdapat komunikasi dua arah dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan atau saling mengirim berita.
7.        Mengandung strukturalisasi dalam arti komunikasi tidak berlangsung ala kadarnya. Dalam hal ini konselor mempunyai tanggung jawab yang lebih besar.
8.        Berdasarkan kerelaan dan usaha untuk bekerja sama agar tercapai tujuan yang disepakati.
9.        Mengarah ke suatu perubahan pada diri konseli, perubahan itu adalah tujuan yang hendak dicapai bersama. Konseli belajar sesuatu dari pertemuan dengan konselor. Bahkan konselor pun kerap belajar sesuatu dari pertemuan dengan konseli.
10.    Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan keikhlasan konselor sehingga keterbukaannya tidak disalah gunakan olehnya. Begitu juga konselor mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan berbagai kebutuhan pribadi di luar pertemuan professional.

Variasi sudut pandang terhadap konseling menonjolkan empat aspek yang dapat ditemukan pada konseling yaitu terdapat komunikasi antar pribadi, berlangsung suatu proses, terdapat pertemuan tatap muka, dan diberikan tanggapan oleh konselor yang bersifat membantu. Dari empat aspek di atas ada dua aspek yang paling pokok yaitu aspek proses dan tatap muka, sedangkan dua aspek yang lain merupakan perwujudan nyata dari kedua aspek pokok tersebut. Namun tujuan konseling dalam semua aspek adalah perubahan pada konseli, yang diusahakan berkat bantuan professional oleh konselor. Oleh karena itu, bantuan psikolog secara professional menciptakan corak khas yang melekat pada keempat aspek tersebut.
Sifat bantuan psikologi yang diberikan oleh konselor banyak mendapat sorotan dari para ahli dibidang bimbingan konseling, misalnya mengenai apa yang bukan hakikat dari bantuan itu dan apa yang menjadi hakikatnya. Hakikat bantuan itu bukan pemberian informasi, meskipun informasi dapat diberikan bila ternyata dibutuhkan, bukan sekedar menasihati atau memberikan sugesti. Sebaliknya hakikat bantuan itu adalah mengusahakan perubahan pada konseli yang dikehendaki atas dasar kesadaran dan kerelaan sendiri, menciptakan suasana dan kondisi yang memungkinkan serta mempermudah perubahan diri secara bebas dan berdaulat (voluntary change). Suasana dan kondisi itu terealisasi dalam rangka suatu wawancara sebagai wadah bagi komunikasi antar pribadi yang tidak disaksikan atau diamati oleh orang lain menunjukan pemahaman terhadap alam pikiran dan alam perasaan konseli serta menanggapi ungkapan dan perasaan secara tepat. Sehingga diharapkan bahwa konseli akan dapat berubah berkat keahlian konselor dalam mengelola komunikasi antar pribadi demi perkembangan kepribadian konseli.
Dalam komunikasi antarpribadi, konselor mempunyai intensi dasar atau maksud batin untuk membantu, yang dituangkan dalam berbagai tanggapa yang serasi dengan intensi dasar itu. Wawancara sendiri sudah merupakan sarana untuk memberikan struktur pada komunikasi antarpribadi, yang dibentuk dan dibina selama wawancara berlangsung. Proses rangkaian perubahan yang berlangsung dalam diri konseli berlangsung di dalam suasana hubungan antarpribadi dan diatur menurut urutan lima fase yang biasanya terdapat dalam proses konseling. Lima fase itu adalah sebagai berikut:
·         Pembukaan yang di dalamnya mulai dibentuk hubungan antarpribadi
·         Introduksi masalah yang ingin dibicarakan oleh konseli dengan konselor
·         Pendalaman dan penggalian masalah sehingga inti masalah dan latar belakangnya menjadi jelas bagi konseli dan konselor
·         Pembahasan cara mengatasi masalah dengan memilih diantara beberapa alternatif yang tersedia, atau meninjau sikap dan pandangan yang lebih sesuai
·        Penutup, yang di dalamnya keseluruhan proses konseling diringkas dan penyelesaian atas masalah ditegaskan kembali serta hubungan antarpribadi diakhiri
Pemberian tanggapa itu lebih dikonkretkan dalam beraneka tanggapan verbal dan nonverbal yang juga disebut teknik-teknik konseling verbal dan teknik-teknik konseling nonverbal.
Sedangkan kaitannya dengan apa yang diharapkan dari konseling,  menurut George dan Cristiani (dalam Winkel, 1997:338) disebutkan ada lima tujuan umum setelah proses konseling yaitu,
·         Perubahan perilaku atau pola kehidupan sehari-hari pada konseli
·         Perbaikan pola relasi sosial dengan orang lain
·         Peningkatan kemampuan menghadapi tantangan hidup secara efisien dan efektif
·         Belajar cara membuat keputusan tentang sesuatu yang penting
·           Kontinuitas pengembangan diri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

B.       Kondisi-kondisi Eksternal dan Internal
Yang dimaksud dengan kondisi adalah keadaan yang akan berpengaruh terhadap proses konseling dan terhadap hubungan antarpribadi yang berlangsung selama proses konseling.
1.    Kondisi-kondisi Eksternal
Kondisi-kondisi eksternal menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a.       Lingkungan fisik di tempat wawancara berlangsung, antara lain warna cat tembok yang tenang, hiasan dinding, pot bunga dan sinar cahaya yang tidak menyilaukan.
b.      Penataan ruang, seluruh perabot hendaklah sesuai misalnya kedua tempat duduk antar konselor dan konseli agar tidak duduk berhadapan.
c.       Bentuk bangunan ruang yang memungkinkan pembicaraan secara pribadi (privacy) karena hal ini berkaitan erat dengan etika jabatan konselor yang mengharuskan konselor untuk menjamin kerahasiaan pembicaraan.
d.      Konselor berpakaian rapih. Kerapihan berpakaian sudah menimbulkan kesan pada konseli bahwa dia dihormati dan sekaligus menciptakan suasana yang formal.
e.       Kerapihan dalam menata segala barang yang ada di dalam ruagan atau menata benda yang ada di atas meja konselor.
f.       Penggunaan sistem janji, konselor membuat janji dengan calon konseli pada hari apa dan jam berapa bertemu kemudian janji itu dicatat dalam buku agenda supaya tidak lupa.
g.      Konselor mempersiapkan buku catatan serta kertas-kertas di atas meja pada waktu wawancara. Tindakan ini membuat kesan pada konseli bahwa seluruh perhatian konselor dicurahkan pada konseli.
h.      Tidak terpasang peralatan rekaman, berupa alat rekaman audio atau video. Menurut beberapa hasil penelitian, penggunaan alat rekaman cenderung menghambat konseli dalam mengekspresikan diri, biarpun konseli memberikan izin untuk merekam pembicaraan.

2.      Kondisi Internal
a.       Di pihak konseli
Pada waktu konseli menghadap konselor, dia membawa sikap tertentu antara lain pengalaman masa lalu tentang kesuksesan, kegagalan, kebahagiaan, kekecewaan dsb. Keadaan ini dapat dipandang sebagai keadaan awal yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap wawancara dan proses konseling. Keadaan awal ini dapat berpengaruh positif atau negatif. Dalam proses konseling sendiri berlaku beberapa kondisi berupa persyaratan yang sebaiknya dipenuhi demi keberhasilan konseling yaitu :
1)      Keadaan awal, yaitu keadaan sebelum proses konseling yang sebenarnya dimulai, kemampuan intelektual serta taraf kedewasaan, khususnya untuk mengadakan refleksi atas diri, berpengaruh terhadap lamanya, arah, dan hasil proses konseling.
2)      Berlakunya beberapa persyaratan yang menyangkut proses konseling secara langsung. Pertama, siswa harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencari penyelesaian atas masalah yang dihadapi dan mau dibicarakan dengan konselor. Kedua, keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh konseli sendiri dalam mencari penyelesaian masalah dan melaksanakan keputusan pada akhir proses konseling. Ketiga, keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanya serta masalah yang dihadapi.
b.      Di Pihak Konselor
·         Keadaan awal adalah keadaan sebelum hubungan antarpribadi secara formal dimulai, telah dilakukan penelitian yang meliputi jenis kelamin dan umur tertentu, penampilan yang menarik atau tidak, penggunaan humor, dan kecenderungan untuk banyak melakukan gerakan motorik atau tidak.
·         Persyaratan yang mendukung dalam komunikasi antarpribadi selama berwawancara konseling yaitu: keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai kehidupan tertentu, pengalaman di lapangan, kemampuan menghadapi situasi yang belum tentu (ambiguity tolerance), kemudahan dalam berbicara mengenai diri sendiri (self-disclosure), konsep diri, dan refleksi atas diri sendiri (self-exploration).
·          Persyaratan yang berhubungan langsung dengan komunikasi antarpribadi,  sebagaimana yang berlangsung dalam wawancara konseling menurut Shertzer dan Stone (dalam Winkel, 1997:350) meliputi cara berhubungan yang lancar, enak dan supel (rapport), empati, integrasi pada konselor (genuineness), penghargaan dan perhatian yang tulus (respect), berbicara secara konkret dan spesifik, konsentrasi terhadap konseli, dan keterlibatan dalam pembicaraan dengan konseli.
C.  Teknik-teknik Konseling
Konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
1.    Teknik-teknik Konseling yang Verbal
Suatu teknik konseling yang verbal adalah tanggapan verbal yang diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu. Ungkapan konselor yang berupa tanggapan verbal dengan maksud membantu konseli menggunakan satu atau lebih teknik yang verbal, tergantung dari intensi konselor. Tanggapan verbal konselor dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan, dalam bentuk kalimat tanya, atau dalam bentuk kombinasi dari pernyataan dan kalimat tanya.
Teknik verbal secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu (1)teknik verbal yang mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai dengan metode nondirektif (2)teknik verbal yang mengandung pengarahan banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif.
a.       Teknik verbal nondirektif, meliputi
·      Ajakan untuk memulai
·      Penerimaan atau menunjukkan pengertian
·      Perumusan kembali pikiran-gagasan/ refleksi pikiran
·      Perumusan kembali perasaan atau refleksi perasaan
·      Penjelasan pikiran-gagasan/ klarifikasi pikiran
·      Penjelasan perasaan atau klarifikasi perasaan
·      Permintaan untuk melanjutkan
·      Pengulangan satu-dua kata
·      Ringkasan atau rangkuman
b.    Teknik verbal direktif, meliputi
·         Pertanyaan mengenai hal tertentu
·         Pemberiaan umpan balik
·         Pemberian informasi
·         Penyajian alternatif
·         Penyelidikan
·         Pemberian struktur
·         Interpretasi
·         Konfrontasi
·         Diagnosis
·         Dukungan
·         Usul atau saran
·         Penolakan
2.      Teknik-teknik Koseling yang Nonverbal
Dalam arti sempit perilaku non-verbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata misalnya ekspresi wajah, gerakan lengan dan tangan, isyarat dan pandangan mata, sikap badan dan anggukan kepala. Sedangkan dalam arti luas perilaku non-verbal disamping hal-hal yang disebutkan di atas , juga menunjuk gejala-gejala vokal yang menyerupai ucapan kata-kata, seperti kekeliruan pada waktu berbicara, saat-saat diam, kecepatan berbicara, lamanya berbicara, volume suara, intonasi dan nada berbicara, termasuk juga dalam arti yang luas itu adalah cara membawa diri dan menampilkan diri seperti berjalan, duduk, cara berpakaian, cara menata rambut, penggunaan kosmetik dan sebagainya.
Berikut sejumlah cara yang dapat dipandang sebagai suatu teknik konseling yang nonverbal, guna melengkapi dan menunjang, teknik-teknik verbal atau menggantikannya. Semua teknik ini digunakan dengan sengaja untuk menyampaikan suatu pesan tertentu kepada konseli pada waktu proses konseling berlangsung, terutama pesan yang agak sulit dirumuskan secara verbal seperti sikap dasar, misalnya penerimaan (acceptance), dan pemahaman (understanding), serta ungkapan-ungkapan perasaan. Teknik-teknik nonverbal itu adalah
1)      Senyuman, untuk menyatakan sikap menerima.
2)      Cara duduk, untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
3)      Anggukan kepala, untuk menyatakan penerimaan dan menunjukan pengertian.
4)      Gerak-gerik lengan dan tangan, untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
5)      Berdiam diri, untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa, mengatur pikirannya atau menenangkan diri.
6)      Mimik (ekspresi wajah), untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi verbal.
7)      Kontak mata, untuk menunjang dan atau mendukung tangggapan verbal dan menyatakan sikap dasar.
8)      Variasi dalam nada suara dan kecepatan berbicara, untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan perasaan konseli
9)      Sentuhan, untuk menunjang tanggapan verbal dan menyatakan sikap dasar.
D.      Tenaga Pegajar dan Konseling
Jumlah tenaga bimbingan professional pada institusi pendidikan telah bertambah banyak, namun belum tentu mereka akan bertemu muka dalam wawancara konseling dengan semua siswa atau mahasiswa. Untuk itu guru dan dosen diharapkan memberikan pelayanan secara baik meskipun mereka tidak mendapat pendidikan formal dalam seluk-beluk penyelenggaraan wawancara konseling formal.
Berikut ini adalah beberapa saran untuk tenaga pengajar yang akan berbicara secara perorangan dengan siswa dan mahasiswa yang menghubungi mereka atas inisiatif sendiri :
a.         Sikap dasar selaras, seperti penerimaan dan pemahaman harus melandasi pelayanannya. Hal ini ditunjukkan dengan tidak lekas memberikan hukuman, dan merendahkan. Harus diusahakan supaya permasalahan yang dibicarakan menjadi lebih jelas lebih dahulu.
b.         Tanggapan yang menyangkut penyelesaian masalah kerap mengandung pengarahan, dalam arti menunjukan sikap yang tepat atau tindakan yang serasi, yang dapat membuka jalan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Selain itu tenaga pengajar itu bertugas pula sebagai tenaga pendidik. Dalam perannya ini, mereka akan diperbolehkan untuk menyampaikan informasi, memberikan suatu usul, atau menasehatkan sesuatu, selaras dengan keyankinan mereka mengenai apa yang dibutuhkan generasi muda saat ini. Keyakinan itu harus berasaskan setumpuk pandangan yang dapat dipertanggunjawabkan dari segi pendidikan. Kebutuhan generasi muda tidak sama dengan keinginan generasi muda, sehingga tenaga pendidik harus waspada, tidak hanya sekedar mengikuti keinginan siswa. Pedoman bagi pengarahan yang sebaiknya diberikan, disajikan beberapa petunjuk yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1)      Pembentukan watak atau karakter
2)      Hubungan dengan orang tua
3)      Pergaulan dengan jenis yang lain.






BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Berdasarkan  dari uraian di atas dapat disimpilkan bahwa, asas-asas dalam konseling meliputi: (1) Bermakna. (2) Mengandung unsur kognitif dan afektif. (3) Berdasarkan saling kepercayaan dan saling keterbukaan. (4) Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan.(5) Terdapat suatu kebutuhan dari pihak konseli.(6); Terdapat komunikasi dua arah.(7); Mengandung strukturalisasi (8) Berdasarkan kerelaan dan usaha untuk bekerja sama.(9) Mengarah ke suatu perubahan pada diri konseli, (10); Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman.
Kondisi-kondisi yang berpengaruh meliputi kondisi eksternal dan kondisi internal. Teknik konseling meliputi : (1) Teknik-teknik Konseling yang Verbal. ; (2) Teknik-teknik Konseling non Verbal

B.     SARAN
Guru dan Dosen sebaiknya memberikan pelayanan secara baik meskipun mereka tidak mendapat pendidikan formal dalam seluk-beluk penyelenggaraan wawancara konseling formal.





DAFTAR PUSTAKA


Winkel,W.S.2005.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Jakarta: Gramedia.

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)