BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bimbingan
dan konseling adalah pelayanan yang dilakukan oleh seorang profesional yang
sifatnya membantu (helping professions). Salah satu bentuk pelayanan yang
diberikan dalam bimbingan dan konseling adalah melalui komunikasi antarpribadi.
Komunikasi antarpribadi adalah cara yang paling sering digunakan oleh konselor
untuk melakukan proses konseling. Proses konseling sendiri menyangkut berbagai
hal yang bersifat pribadi oleh karena itu perlu adanya asas-asas yang mengatur
jalannya proses komunikasi pribadi dalam konseling.
Asas-asas
yang dimaksud disini adalah ketentuan-ketentuan yang mesti diterapkan dalam
proses komunikasi antarpribadi dalam konseling. Asas ini bertujuan agar proses
konseling itu dapat berlangsung secara efektif dan dapat tercapai tujuannya.
Oleh karena itu disini kami akan membahas tentang asas-asas
layanan bimbingan “konseling” yang meliputi asas-asas komunikasi
antar pribadi, kondisi-kondisi eksternal dan internal, teknik-teknik konseling
yang verbal dan non verbal, tenaga pengajar dan konseling.
B. Rumusan Masalah
a. Apa
sajakah asas komunikasi antarpribadi dalam konseling?
b. Apa
sajakah keadaan yang akan berpengaruh terhadap proses konseling dan terhadap
hubungan antarpribadi yang berlangsung selama proses konseling?
c. Apa
sajakah teknik-teknik konseling?
d. Bagaimana
seharusnya sikap tenaga pengajar dalam proses konseling?
C. Tujuan Penulisan
a.
Mengetahui asas-asas komunikasi
antarpribadi dalam konseling.
b.
Mengetahui kondisi internal dan
eksternal yang mempengaruhi proses konseling.
c.
Mengetahui teknik-teknik konseling.
d.
Mengetahui cara bersikap yang benar
dalam proses konseling.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Bimbingan dan konseling termasuk
golongan jabatan profesional yang disebut helping professions, yaitu jabatan
untuk membantu orang lain dalam pengembangan diri sendiri, seperti yang
dilakukan oleh seorang pekerja soial, pemuka agama, psikiater dan ahli
pskoanalisis, psikolog klinis dan psikoterapeut, serta konselor sekolah.
Pelayanan kepada sesama terlaksana di dalam interaksi pribadi dan komunikasi
antarpribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping relationship).
Dalam pembahasan
ini berturut-turut akan membahas asas-asas komunikasi antar pribadi,
kondisi-kondisi eksternal dan internal, teknik-teknik konseling yang verbal dan
non verbal, tenaga pengajar dan konseling.
A. Asas-asas Komunikasi Antarpribadi
dalam Konseling
Dalam
interaksi dan komunikasi antarpribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping
relationship) yang berlangsung secara formal dan dikelola secara profesional,
ciri-ciri dari hubungan antarpribadi adalah sebagai berikut:
1.
Bermakna,
baik untuk konselor dan konseling.
2.
Mengandung
unsur kognitif dan afektif.
3.
Berdasarkan
saling kepercayaan dan saling keterbukaan.
4.
Berlangsung
atas dasar saling memberikan persetujuan.
5.
Terdapat
suatu kebutuhan dari pihak konseli.
6.
Terdapat
komunikasi dua arah dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan
atau saling mengirim berita.
7.
Mengandung
strukturalisasi dalam arti komunikasi tidak berlangsung ala kadarnya. Dalam hal
ini konselor mempunyai tanggung jawab yang lebih besar.
8.
Berdasarkan
kerelaan dan usaha untuk bekerja sama agar tercapai tujuan yang disepakati.
9.
Mengarah
ke suatu perubahan pada diri konseli, perubahan itu adalah tujuan yang hendak
dicapai bersama. Konseli belajar sesuatu dari pertemuan dengan konselor. Bahkan
konselor pun kerap belajar sesuatu dari pertemuan dengan konseli.
10.
Terdapat
jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan
keikhlasan konselor sehingga keterbukaannya tidak disalah gunakan olehnya.
Begitu juga konselor mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan berbagai
kebutuhan pribadi di luar pertemuan professional.
Variasi
sudut pandang terhadap konseling menonjolkan empat aspek yang dapat ditemukan
pada konseling yaitu terdapat komunikasi antar pribadi, berlangsung suatu
proses, terdapat pertemuan tatap muka, dan diberikan tanggapan oleh konselor
yang bersifat membantu. Dari empat aspek di atas ada dua aspek yang paling
pokok yaitu aspek proses dan tatap muka, sedangkan dua aspek yang lain
merupakan perwujudan nyata dari kedua aspek pokok tersebut. Namun tujuan
konseling dalam semua aspek adalah perubahan pada konseli, yang diusahakan berkat
bantuan professional oleh konselor. Oleh karena itu, bantuan psikolog secara
professional menciptakan corak khas yang melekat pada keempat aspek tersebut.
Sifat
bantuan psikologi yang diberikan oleh konselor banyak mendapat sorotan dari
para ahli dibidang bimbingan konseling, misalnya mengenai apa yang bukan
hakikat dari bantuan itu dan apa yang menjadi hakikatnya. Hakikat bantuan itu
bukan pemberian informasi, meskipun informasi dapat diberikan bila ternyata
dibutuhkan, bukan sekedar menasihati atau memberikan sugesti. Sebaliknya
hakikat bantuan itu adalah mengusahakan perubahan pada konseli yang dikehendaki
atas dasar kesadaran dan kerelaan sendiri, menciptakan suasana dan kondisi yang
memungkinkan serta mempermudah perubahan diri secara bebas dan berdaulat (voluntary
change). Suasana dan kondisi itu terealisasi dalam rangka suatu wawancara
sebagai wadah bagi komunikasi antar pribadi yang tidak disaksikan atau diamati
oleh orang lain menunjukan pemahaman terhadap alam pikiran dan alam perasaan
konseli serta menanggapi ungkapan dan perasaan secara tepat. Sehingga
diharapkan bahwa konseli akan dapat berubah berkat keahlian konselor dalam
mengelola komunikasi antar pribadi demi perkembangan kepribadian konseli.
Dalam komunikasi antarpribadi, konselor
mempunyai intensi dasar atau maksud batin untuk membantu, yang dituangkan dalam
berbagai tanggapa yang serasi dengan intensi dasar itu. Wawancara sendiri sudah
merupakan sarana untuk memberikan struktur pada komunikasi antarpribadi, yang
dibentuk dan dibina selama wawancara berlangsung. Proses rangkaian perubahan
yang berlangsung dalam diri konseli berlangsung di dalam suasana hubungan
antarpribadi dan diatur menurut urutan lima fase yang biasanya terdapat dalam
proses konseling. Lima fase itu adalah sebagai berikut:
·
Pembukaan yang di dalamnya mulai
dibentuk hubungan antarpribadi
·
Introduksi masalah yang ingin
dibicarakan oleh konseli dengan konselor
·
Pendalaman dan penggalian masalah
sehingga inti masalah dan latar belakangnya menjadi jelas bagi konseli dan
konselor
·
Pembahasan cara mengatasi masalah dengan
memilih diantara beberapa alternatif yang tersedia, atau meninjau sikap dan
pandangan yang lebih sesuai
·
Penutup, yang di dalamnya keseluruhan
proses konseling diringkas dan penyelesaian atas masalah ditegaskan kembali
serta hubungan antarpribadi diakhiri
Pemberian tanggapa itu lebih
dikonkretkan dalam beraneka tanggapan verbal dan nonverbal yang juga disebut
teknik-teknik konseling verbal dan teknik-teknik konseling nonverbal.
Sedangkan kaitannya dengan apa yang
diharapkan dari konseling, menurut
George dan Cristiani (dalam Winkel, 1997:338) disebutkan ada lima tujuan umum
setelah proses konseling yaitu,
·
Perubahan perilaku atau pola kehidupan
sehari-hari pada konseli
·
Perbaikan pola relasi sosial dengan
orang lain
·
Peningkatan kemampuan menghadapi
tantangan hidup secara efisien dan efektif
·
Belajar cara membuat keputusan tentang
sesuatu yang penting
·
Kontinuitas pengembangan diri sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
B.
Kondisi-kondisi
Eksternal dan Internal
Yang dimaksud dengan kondisi adalah
keadaan yang akan berpengaruh terhadap proses konseling dan terhadap hubungan
antarpribadi yang berlangsung selama proses konseling.
1. Kondisi-kondisi Eksternal
Kondisi-kondisi
eksternal menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a. Lingkungan fisik di tempat wawancara
berlangsung, antara lain warna cat tembok yang tenang, hiasan dinding, pot
bunga dan sinar cahaya yang tidak menyilaukan.
b. Penataan ruang, seluruh perabot
hendaklah sesuai misalnya kedua tempat duduk antar konselor dan konseli agar
tidak duduk berhadapan.
c. Bentuk bangunan ruang yang
memungkinkan pembicaraan secara pribadi (privacy) karena hal ini
berkaitan erat dengan etika jabatan konselor yang mengharuskan konselor untuk
menjamin kerahasiaan pembicaraan.
d. Konselor berpakaian rapih. Kerapihan
berpakaian sudah menimbulkan kesan pada konseli bahwa dia dihormati dan
sekaligus menciptakan suasana yang formal.
e. Kerapihan dalam menata segala barang
yang ada di dalam ruagan atau menata benda yang ada di atas meja konselor.
f. Penggunaan sistem janji, konselor
membuat janji dengan calon konseli pada hari apa dan jam berapa bertemu
kemudian janji itu dicatat dalam buku agenda supaya tidak lupa.
g. Konselor mempersiapkan buku catatan
serta kertas-kertas di atas meja pada waktu wawancara. Tindakan ini membuat kesan
pada konseli bahwa seluruh perhatian konselor dicurahkan pada konseli.
h. Tidak terpasang peralatan rekaman,
berupa alat rekaman audio atau video. Menurut beberapa hasil penelitian,
penggunaan alat rekaman cenderung menghambat konseli dalam mengekspresikan
diri, biarpun konseli memberikan izin untuk merekam pembicaraan.
2. Kondisi
Internal
a. Di
pihak konseli
Pada waktu konseli menghadap konselor, dia membawa sikap
tertentu antara lain pengalaman masa lalu tentang kesuksesan, kegagalan,
kebahagiaan, kekecewaan dsb. Keadaan ini dapat dipandang sebagai keadaan awal
yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap wawancara dan proses konseling.
Keadaan awal ini dapat berpengaruh positif atau negatif. Dalam proses konseling
sendiri berlaku beberapa kondisi berupa persyaratan yang sebaiknya dipenuhi
demi keberhasilan konseling yaitu :
1) Keadaan awal, yaitu keadaan sebelum
proses konseling yang sebenarnya dimulai, kemampuan intelektual serta taraf
kedewasaan, khususnya untuk mengadakan refleksi atas diri, berpengaruh terhadap
lamanya, arah, dan hasil proses konseling.
2) Berlakunya beberapa persyaratan yang
menyangkut proses konseling secara langsung. Pertama, siswa harus mempunyai
motivasi yang kuat untuk mencari penyelesaian atas masalah yang dihadapi dan
mau dibicarakan dengan konselor. Kedua, keinsyafan akan tanggung jawab yang
dipikul oleh konseli sendiri dalam mencari penyelesaian masalah dan
melaksanakan keputusan pada akhir proses konseling. Ketiga, keberanian dan
kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanya serta masalah yang
dihadapi.
b.
Di
Pihak Konselor
·
Keadaan
awal adalah keadaan sebelum hubungan antarpribadi secara formal dimulai, telah
dilakukan penelitian yang meliputi jenis kelamin dan umur tertentu, penampilan
yang menarik atau tidak, penggunaan humor, dan kecenderungan untuk banyak
melakukan gerakan motorik atau tidak.
·
Persyaratan
yang mendukung dalam komunikasi antarpribadi selama berwawancara konseling
yaitu: keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai kehidupan tertentu, pengalaman di
lapangan, kemampuan menghadapi situasi yang belum tentu (ambiguity tolerance),
kemudahan dalam berbicara mengenai diri sendiri (self-disclosure),
konsep diri, dan refleksi atas diri sendiri (self-exploration).
·
Persyaratan yang berhubungan langsung dengan
komunikasi antarpribadi, sebagaimana yang berlangsung dalam wawancara
konseling menurut Shertzer dan Stone (dalam Winkel, 1997:350) meliputi cara
berhubungan yang lancar, enak dan supel (rapport), empati, integrasi pada
konselor (genuineness), penghargaan dan perhatian yang tulus (respect),
berbicara secara konkret dan spesifik, konsentrasi terhadap konseli, dan
keterlibatan dalam pembicaraan dengan konseli.
C. Teknik-teknik
Konseling
Konseling mengandung suatu proses
antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
1.
Teknik-teknik
Konseling yang Verbal
Suatu teknik konseling yang verbal
adalah tanggapan verbal yang diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan
konkret dari maksud, pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin konselor
untuk membantu konseli pada saat tertentu. Ungkapan konselor yang berupa
tanggapan verbal dengan maksud membantu konseli menggunakan satu atau lebih
teknik yang verbal, tergantung dari intensi konselor. Tanggapan verbal konselor
dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan, dalam bentuk kalimat tanya, atau dalam
bentuk kombinasi dari pernyataan dan kalimat tanya.
Teknik
verbal secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu (1)teknik verbal yang
mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai dengan metode nondirektif (2)teknik
verbal yang mengandung pengarahan banyak dan lebih sesuai dengan metode
direktif.
a.
Teknik
verbal nondirektif, meliputi
· Ajakan untuk memulai
· Penerimaan atau menunjukkan
pengertian
· Perumusan kembali pikiran-gagasan/
refleksi pikiran
· Perumusan kembali perasaan atau
refleksi perasaan
· Penjelasan pikiran-gagasan/
klarifikasi pikiran
· Penjelasan perasaan atau klarifikasi
perasaan
· Permintaan untuk melanjutkan
· Pengulangan satu-dua kata
· Ringkasan atau rangkuman
b.
Teknik
verbal direktif, meliputi
·
Pertanyaan
mengenai hal tertentu
·
Pemberiaan
umpan balik
·
Pemberian
informasi
·
Penyajian
alternatif
·
Penyelidikan
·
Pemberian
struktur
·
Interpretasi
·
Konfrontasi
·
Diagnosis
·
Dukungan
·
Usul
atau saran
·
Penolakan
2.
Teknik-teknik
Koseling yang Nonverbal
Dalam
arti sempit perilaku non-verbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan
dari berbahasa dengan memakai kata-kata misalnya ekspresi wajah, gerakan lengan
dan tangan, isyarat dan pandangan mata, sikap badan dan anggukan kepala.
Sedangkan dalam arti luas perilaku non-verbal disamping hal-hal yang disebutkan
di atas , juga menunjuk gejala-gejala vokal yang menyerupai ucapan kata-kata,
seperti kekeliruan pada waktu berbicara, saat-saat diam, kecepatan berbicara,
lamanya berbicara, volume suara, intonasi dan nada berbicara, termasuk juga
dalam arti yang luas itu adalah cara membawa diri dan menampilkan diri seperti
berjalan, duduk, cara berpakaian, cara menata rambut, penggunaan kosmetik dan
sebagainya.
Berikut
sejumlah cara yang dapat dipandang sebagai suatu teknik konseling yang
nonverbal, guna melengkapi dan menunjang, teknik-teknik verbal atau
menggantikannya. Semua teknik ini digunakan dengan sengaja untuk menyampaikan
suatu pesan tertentu kepada konseli pada waktu proses konseling berlangsung,
terutama pesan yang agak sulit dirumuskan secara verbal seperti sikap dasar,
misalnya penerimaan (acceptance), dan pemahaman (understanding), serta
ungkapan-ungkapan perasaan. Teknik-teknik nonverbal itu adalah
1)
Senyuman,
untuk menyatakan sikap menerima.
2)
Cara
duduk, untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
3)
Anggukan
kepala, untuk menyatakan penerimaan dan menunjukan pengertian.
4)
Gerak-gerik
lengan dan tangan, untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
5)
Berdiam
diri, untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa,
mengatur pikirannya atau menenangkan diri.
6)
Mimik
(ekspresi wajah), untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi verbal.
7)
Kontak
mata, untuk menunjang dan atau mendukung tangggapan verbal dan menyatakan sikap
dasar.
8)
Variasi
dalam nada suara dan kecepatan berbicara, untuk menyesuaikan diri dengan
ungkapan perasaan konseli
9) Sentuhan, untuk menunjang tanggapan
verbal dan menyatakan sikap dasar.
D. Tenaga
Pegajar dan Konseling
Jumlah tenaga bimbingan professional
pada institusi pendidikan telah bertambah banyak, namun belum tentu mereka akan
bertemu muka dalam wawancara konseling dengan semua siswa atau mahasiswa. Untuk
itu guru dan dosen diharapkan memberikan pelayanan secara baik meskipun mereka
tidak mendapat pendidikan formal dalam seluk-beluk penyelenggaraan wawancara
konseling formal.
Berikut ini adalah beberapa saran
untuk tenaga pengajar yang akan berbicara secara perorangan dengan siswa dan
mahasiswa yang menghubungi mereka atas inisiatif sendiri :
a.
Sikap
dasar selaras, seperti penerimaan dan pemahaman harus melandasi pelayanannya.
Hal ini ditunjukkan dengan tidak lekas memberikan hukuman, dan merendahkan.
Harus diusahakan supaya permasalahan yang dibicarakan menjadi lebih jelas lebih
dahulu.
b.
Tanggapan yang menyangkut penyelesaian masalah
kerap mengandung pengarahan, dalam arti menunjukan sikap yang tepat atau
tindakan yang serasi, yang dapat membuka jalan untuk menyelesaikan masalah
secara tuntas. Selain itu tenaga pengajar itu bertugas pula sebagai tenaga
pendidik. Dalam perannya ini, mereka akan diperbolehkan untuk menyampaikan
informasi, memberikan suatu usul, atau menasehatkan sesuatu, selaras dengan
keyankinan mereka mengenai apa yang dibutuhkan generasi muda saat ini.
Keyakinan itu harus berasaskan setumpuk pandangan yang dapat
dipertanggunjawabkan dari segi pendidikan. Kebutuhan generasi muda tidak sama
dengan keinginan generasi muda, sehingga tenaga pendidik harus waspada, tidak
hanya sekedar mengikuti keinginan siswa. Pedoman bagi pengarahan yang sebaiknya
diberikan, disajikan beberapa petunjuk yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1)
Pembentukan
watak atau karakter
2)
Hubungan
dengan orang tua
3)
Pergaulan
dengan jenis yang lain.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpilkan bahwa,
asas-asas dalam konseling meliputi: (1) Bermakna. (2) Mengandung unsur kognitif dan afektif. (3) Berdasarkan saling kepercayaan dan
saling keterbukaan. (4) Berlangsung
atas dasar saling memberikan persetujuan.(5) Terdapat suatu kebutuhan dari pihak
konseli.(6); Terdapat
komunikasi dua arah.(7); Mengandung
strukturalisasi (8) Berdasarkan
kerelaan dan usaha untuk bekerja sama.(9) Mengarah ke suatu perubahan pada diri konseli, (10); Terdapat jaminan bahwa kedua
partisipan merasa aman.
Kondisi-kondisi yang berpengaruh
meliputi kondisi eksternal dan kondisi internal. Teknik konseling meliputi :
(1) Teknik-teknik Konseling yang Verbal. ; (2) Teknik-teknik Konseling non Verbal
B. SARAN
Guru
dan Dosen
sebaiknya
memberikan pelayanan secara baik meskipun mereka tidak mendapat pendidikan
formal dalam seluk-beluk penyelenggaraan wawancara konseling formal.
DAFTAR PUSTAKA
Winkel,W.S.2005.Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan.Jakarta: Gramedia.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan ya :)