>

UNNES

Universitas Negeri Semarang (disingkat UNNES), adalah salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Tengah. UNNES merupakan salah satu perguruan tinggi eks-IKIP yang statusnya meningkat menjadi Universitas. Kampus utamanya terletak di daerah Sekaran (Gunungpati), wilayah selatan Kota Semarang, Jawa Tengah. Dan kampus lainnya terletak di Ngaliyan (Semarang), Kelud, Semarang, Bendan Ngisor, Semarang dan di Kemandungan, Tegal.

Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh konselor kepada individu atau sekelompok individu dalam mengatasi masalahnya dan mengembangkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin.

TIK dalam BK

Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat bermanfaat dalam Bimbingan dan Konseling. mempermudah proses konseling, menyimpan berkas rahasia dengan aman dan mempermudah komunikasi antara konselor dengan klien.

Tentang Fungsionaris HIMA BK

Ini beberapa fungsionaris HIMA bk 2014, pemuda-pemudi yang siap beraksi untuk BK UNNES. semangat dan karyanya yang begitu luar biasa :)

Tentang Aku

Disebalah kananku namanya rizqa, disebalah kiriku namanya cipa, dan disebalah kirinya lagi namanya lele. sahabat yang selalu membawa keceriaan. kalianlah segalanya :)

Kamis, 01 Januari 2015

MPIBK 2013

untuk mengunduh power point MPIBK tentang Pengertian, komponen, dan karakter TIK silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Komponen data dan informasi silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Analisis SWOT dalam TIK silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Peranan dan manfaat TIK silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Program pemerintah dan swasta dalam implementasi TIK untuk BK silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Pembelajaran modern BK silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Sejarah Komputer silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Komponen software dan Hardware dalam kompyter silahkan klik disini untuk mengunduh power point MPIBK tentang Hubungan TIK dan komputer silahkan klik disini

Sabtu, 20 Desember 2014

Perilaku Abnormal Pada Anak dan Remaja



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20% (Keys, 1998). Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD/ Attention Deficit-Hyperactivity Disorder) adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana insidensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%.
            Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja adalah dengan menggunakan teori perkembangan. Penyimpangan dari norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu masalah.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari perilaku abnormal pada anak dan remaja?
2. Apa saja jenis-jenis gangguan perilaku abnormal pada anak dan remaja?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku abnormal pada anak dan                      remaja?
4. Apakah sajakah penyebab dari perilaku abnormal pada anak dan remaja?
5. Bagaimana cara menangani gangguan abnormal pada anak dan                     remaja?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perilaku abnormal pada anak dan             remaja.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari gangguan perilaku abnormal.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab dari gangguan perilaku abnormal pada anak dan remaja.
4. Mengetahui penyebab dari gangguan perilaku abnormal pada anak dan        remaja.
5. Mengetahui bagaimana cara menangani perilaku abnormal pada anak dan     remaja.


















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gangguan
Psikologi Abnormal ( Abnormal Psychology ) merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang – orang yang mengalaminya.
Banyak masalah yang teridentifikasi pada saat anak masuk sekolah. Masalah tersebut mungkin muncul lebih awal tapi masih bisa ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah dirumah. Kadang-kadang stres karena masuk sekolah pertama kali ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, seperti ketakutan terhadap orang asing di usia 9 bulan, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak perilaku yang dianggap abnormal pada masa dewasa, seperti ketakutan intens pada orang asing dan kurang kontrolnya terhadap keinginan buang air kecil, dianggap normal pada masa anak usia tertentu.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999).
Masalah-masalah psikologis yang dialami pada masa kanak-kanak dan remaja merujuk pada usia dan kebudayaan. Keyakinan-keyakinan budaya membantu menentukan apakah orang-orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang-orang yang hanya mendasarkan pada normalitas  standart yang berlaku pada budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda sebagai abnormal. Perilaku abnormal pada anak-anak bergantung pada definisi orang tua mereka yang dipandang dari kacamata budaya tertentu.


B. Jenis-Jenis Gangguan Perilaku Abnormal Pada Anak dan Remaja
1.  Gangguan Perkembangan Pervasif
Anak-anak yang mengalami gangguan pervasive menujukan hendaya perilaku atau fungsi pada bagian area perkembangan. Tipe mayor yang akan dibahas adalah gangguan autistuk (autism). Gangguan pervasive lain adalah asperger, gangguan rett, dan gangguan disintegrasi pada anak-anak.
a. Jenis-jenis Gangguan pervasif
a) Gangguan autisme
Kata autism berasal dari bahasa yunani autos yang berarti self. Istilah ini digunakan pertama kali oleh psikiater Swiss, Eugen Bleuler pada tahun 1906, untuk merujuk pada gaya berfikir yang aneh pada penderita skizofrenia. Autisme itu sendiri adalah gangguan terparah yang dialami pada masa kanak-kanak. Autisme bersifat kronis dan berlangsung seumur hidup. Anak yang menderita autisme akan merasa sendir, terlepas dari upaya orang tua unyuk menjebatani muara yang memisahkan mereka.
Autisme adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala.
Cara berpikir anak autistik adalah bahwa mereka adalah pusat dunia, dan percaya bahwa kejadian eksternal mengacu pada dirinya. Gangguan yang lebih banyak terjadi pada anak laki-laki ini, umumnya mulai tampak pada usia 18-30 bulan (Rapin, 1997). Namun demikian akan terlihat lebih jelas pada usia anak 6 tahun rata-rata yang mengalami gangguan ini mengalami diagnosis pertama kali. Anak autistik sering digambarkan oleh orang tuanya sebagai ‘bayi yang baik ‘’ di awal masa balita. ini biasanya anak tidak banyak menuntut. Tapi setelah mereka berkembang, mereka mulai menolak afeksi fisik yang berupa pelukan atau ciuman. Ciri-ciri yang biasanya ada pada anak penderite autisme, antara lain :
1)          Kesendirian yang amat sangat.
2)          Mereka bermasalah dengan bahasa, komunikasi, stereotipe.
Ada anak autis yang tidak bisa berbicara, atau jika ada anak yang bisa bicara, biasanya digunakan secara tidak lazim seperti dalam ekolalia (mengulang kembali apa yang didengar dengan nada suara yang tinggi dan monoton). Anak autisme biasanya menggunakan komunikasi secara nonverbal, misalnya tidak bisa menunjukan kontak mata atau ekspresi wajah. mereka juga merespon dengan lambat terhadap orang dewasa yang ingin mendapat perhatian mereka. Walau mereka tidak respponsif, tapi mereka dapat memperlihatkan emosi-emosi yang kuat, terutama saat mereka sedih, marah, dan takut.
3)          Ciri utama dari anak autisme adalah gerakan stereotipe yang            berulang yang tidak memiliki tujuan, misalnya berulang-ulang     memutar benda, mengepakkan tangan, berayun ke depan ke belakang         dengan lengan memluk kaki.
4)          Sebagian anak autistik ada yang menyakiti dirinya sendiri, dengan membenturkan kepala, menggigit tangan dan pundak, atau     menjambak rambut.
5)          Terkadang mereka panic secara tiba-tiba (tantrum).
6)          Tidak menyukai perubahan lingkungan, cirri yang diberi istilah         “penjagaan kesamaan”. Jika ada benda yang di pindah walau hanya            digeser sedikit saja, anak autism akan mengalami tantrum atau         menangis sampai benda itu kembali ke tempat semula.

b) Gangguan Asperger
Gangguan ini bentuknya lebih ringan dari gangguan pervasif, ditunjukan dengan adanya defisit pada interaksi social dan perilaku stereotipe tetapi tanpa disertai dengan perrlambatan yang signifikan pada aspek bahasa dan kognitif seperti pada penderita autism. Karakteristik penderita gangguan asperger, diantaranya:
1)          Hendaya yang nyata pada interaksi sosial, misalnya kegagalan kontak mata atau mengembangkan hubungan pertemanan yang sesuai dengan usianya, atau gagal dalam menemukan orang lain untuk berbagi aktivitas atau minat yang menyenankan.
2)          Perkembangan perilaku minat, aktivitas yang sempit, repetitif dan stereotipe. misalnya memaikan tangan atau jari-jari.
3)          Tidak adanya keterlambatan pada perkembangan bahsa atau kognitif maupun perkembangan keterampilan self help atau perilaku adaptif yang tidak berkaitan dengan interaksi sosial.

c) Gangguan Rett
Gangguan pervasive yang ditandai adanya abnormalitas fisik, perilaku, motorik, dan kognitif yang dimulai setelah bebrapa bulan perkembangan normal. Karakteristik dari gangguan rett antara lain:
1). Pertumbuhan kepala melambat
2). kemuduran pada keterampilan motorik (kehilangan kemampuan                                     keterampilan pada tangan).
3). Perkembangan yang buruk pada koordinasi gerakan seluruh badan.
4). Hilangnya minat sosial.
5). Hambatan yang berat pada perkembangan bahasa

d) Gangguan Disintegrasi Kanak-Kanak
Gangguan perkembangan pervasive yang ditandai dengan hilangnya keterampilan yang pernah dikuasai dan fungsi yang abnormal setelah satu periode perkembangan ormal pada dua tahun pertama. Karakteristik dari gangguan ini adalah:
1). Hilangnya secara signifikan keterampilan-keterampilan yang pernah dikuasainya, seperti pada area pemahaman atau penggunaan bahasa, fungsi sosial atau adaptif, kontrol pada buang air kecil dan besar.
2). Keabnormalan fungsi seperti yang tampak pada gangguan interaksi sosial dan komunikasi, perkembangan tingkah laku, minat atau aktivitas yang sempit, stereotip.

b. Penanganan Gangguan Pervasif
a)  Metode Operant conditioning, di mana hadiah dan hukuman secara sistematis diaplikasikan untuk meningkatkan kemampuan anal dalam memperhatikan orang lain, bermain dengan anak lain, mengembangkan keterampilan akademik, dan menghilangkan perilaku menyendiri.
b)  Reinforcer sosial (pujian) dan reinforce primer (makan), ini dapat dgunakan untuk membantu member contoh di kamar mandi, misalnya buang air kecil, berbicara, dan bermain sosial.
c)  Teknik yang didasarkan pada pemusnahan (menahan pemberian reinforce terhadap respon), ini digunakan untuk menghilangkan perilaku self-mutilative yang berupa membenturkan kepala.
d) Stimulasi averser seperti memukul, da            n pada kasus yang lebih ekstrim adalah dengan kejutan listrik, dapat dilkukan apabila pendekatan yang lebih lunak terbukti tidak efektif. Penggunaan kejutan listrik pada anak-anak tentu mengundang pertanyaan moral, hukum dan etika. Lovaas mengatakan bahwa kegagalan untuk menghilangkan perilaku yang menyakiti dirimenempatkan anak pada resiko yang lebih besar akan bahaya fisik dan tidak memberikan anak untuka mengikuti terapi lain.
e)  Pendekatan biologis, hanya member pengaruh pada penanganan autism. hal ini dapat berubah. penelitian menunjukan bahwa obat-obatan yang meningkatkan aktivitas serotonin, seperti SSRI, dapat mengurangi pikiran dari perilaku repetitive serta agresifitas sehingga menghasilkan perbaikan dalam hubungan sosial dan penggunaan bahasa pada individu autistic dewasa (McDougle dkk, 1996).
2. Retardasi Mental
Sekitar 1% dari populasi mengalami gangguan retardasi mental, yaitu keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan sosial. Retardasi mental dapat didiagnosis berdasarkan 3 kombinasi kriteria:
a)          Skor rendah pada intelegensi formal (skor IQ kira-kira 70 atau bawahnya).
b)          Adanya bukti hendaya dalam melkukan tugas sehari-hari dibandinkan dengan orang lain yang seusianya dalam lingkup budaya tertentu.
c)          Perkembangan gangguan terjadi sebelum usia 18 tahun.

Tingkat retardasi mental

Derajat Keparahan
Perkiraan Rentang IQ
Jumlah Penyandang Retardasi Mental dalam rentang ini
Retardasu mental ringan (mild)
50-55 sampai sekitar 70
Kira-kira 85%
Retardasi mental sedang (moderat)
35-40 sampai 50-55
10%
Retardasi berat (severe)
20-25 sampai 35-40
3-4%
Retardasi mental parah (profound)
Di bawah 20 atau 25
1-2%

1)        Penyebab Retardasi Mental
a)  Aspek biologis
Aspek biologis mencakup gangguan kromosom dan genetis, penggunaan alcohol pada saat ibu mangandung. Walau demikian,    tetap tidak bisa dijelaskan, terutama yang tergolong retardasi ringan.

b)  Psikososial
Dalam aspek psikososial ini mungkin melibatkan penyebab unsur                         budaya atau keluarga, seperti pengasuhan dalam lingkungan                                 rumah yang miskin.
2)        Tipe-Tipe Retardasi Mental
a)  Sindrom Down dan Abnormalitas kromosom
Abnormalitas yang paling umum penyebab retardasi mental                                 adalah sindrom down, yang ditandai dengan kelebihan kromosom                pada pasangan kromosom ke-21, sehingga menyebabkan jumlah             kromosom menjadi 47, bukan 46 seperti pada individu normal                                 lainnya (Wade, 2000). Kondisi ini terjadi apabila pasangan                                       kromosom ke 21 pada sel telur atau sperma gagal untuk membelah                  secara sehingga menyebabkan ekstra kromosom.
Anak yang mengalami sindrom down mempunyai ciri-ciri fisik                tertentu seperti ; Wajah bulat, lebar, Hidung datar, dan Ada lipatan                kecil yang mengarah ke bawah pada kulit di bagian ujung mata yang                      memberikan kesan mata sipit. Lidah yang menonjol, Tangan yang                kecil dan membentuk segi empat dengan jari-jari yang pendek, jari             kelima yang melengkung, Ukuran tangan dan kaki yang kecil dan                     tidak prporsional dibandingkan keseluruhan tubuh. Hampir semua                         anak ini mengalami retardasi mental dan banyak diantara mereka                 mengalami masalah fisik, seperti gangguan jantung, pernapasan.                              Yang lebih meyedihkan lagi, sebagian dari mereka ada yang                               meninggal dunia di usia pertengahan. Pada tahun terakhir mereka                hidup, mereka cenderung kehilangan ingatan dan mengalai emosi                yang kekanak-kanakan yang mennadai senalitas.
b)  Sindrom Fragile X dan Abnormalitas genetis
Sindrom fragile X merupakan tipe umum dari retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini diyakini muncul akibat mutasi gen pada kromosom X. Gen yang rusak ada pada area kromosom yang tampak rapuhsehingga disebut sindro fragile X Fragile X syndrome). Sindrom ini menyebabkan retardasi mental pada 1.000 sampai 1.500 pria (biasanya tidak terlalu parah) dan hmabatan pada perempuan 2.000 sampai2.500 (Angier, 1991 ;Rousseau dkk., 1991).
Perempuan mempunyai dua kromosom X, tampaknya memberikan perlindungan dari gangguan ini bila kerusakan terjadi pada salah satunya. Sementara pada laki-laki hanya memilki satu kromosom X, hal ini dapat menjelaskan mengapa gangguan ini banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Efek dari sindrom ini adalah gangguan belajar ringan, sampai retdasi parah yang menybabkan tidak bisa bicara.
3).  Faktor Penyebab Gangguan Retardasi
a.   Faktor-Faktor Prenatal
l  Infeksi atau penyalahgunaan obat-obatan selama ibu mengandung.
l  Rubella (cacar Jerman) pada ibu hamil, akan ditularkan pada anak yang belum lahir, yang mengakibatkan kerusakan otak sehingga menyebabkan retardasi, dan ini juga akan berperan pada autisme.
l  Penyakit ibu yang juga dapat menyebabka retardasi adalah, sifilis dan herpes genital.
l  Komplikasi kelahiran, seprti kekurangan oksigen, atau cedera kepala, menyebabkan anak akan terken agangguan neurologis, termasuk retardasi mental.
l  Kelahiran prematur juga menyebabkan timbulnya gangguan retardasi mental.
l  Infeksi otak atau trauma pada masa bayi dan kanak-kanak awal dapat menyebabkan gangguan retardasi mental dan gangguan kesehatan lainnya .
l  Anak-anak yang terkena racun , seprti cat yang mengandung timah, juga dapat mengalami kerusakan pada otak yang menyebabkan anak terkena gangguan retardasi.
b.        Budaya-keluarga
l  Faktor psikososial, seperti lingkungan rumah yang miskin, yaitu tidak memberikan stimulus intelektual, penelantaran, dan kekerasan dari orang tua.
l  Dari studi di Atlanta menunjukan bahwa ibu yang tidak lulis SMA kemungkinan empat kali lipat mempunyai anak yang mengalami gangguan retardasi mental ringan dari pada ibu yang berpendidikan.
4) Intervensi
                         Pelayanan yang harus diberikan pada penderita retardasi mental adalah memenuhi tuntutan perkembangan, sebagian bergantung pada derajat keparahan tipe retardasi. Dengan pelatiha yang tepat, anak-anak dengan retardasi ringan akan setara dengan anak kelas 6 SD. Banyak anak ini dpat bersekolah di kelas regular. Sebaliknya anak dengan retardasai mental berat membutuhkan penananganan yang institusi atau ditempatkan di pusat pelayanan residensial (recidential Care) yang ada di komunitas, isalnya group home. Teknik- teknik pelayanan yang dilakukan untuk anak penderita retardasi mental adalah memberikan pelatihan keterampilan sosial, yang memfokuskan pada perkembangan  kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, dan pelatihan pengelolaan amarah, untuk membantu individu mengembangkan kemampuannya secara efektif dalam mengatasi konfliknya tanpa bersikap agresif.

3. Gangguan Belajar
Gangguan belajar yang paling umum adalah gangguan disleksia. Disleksia mrupakan 80% dari kasus gangguan belajar dan dialami pada individu yang mengalami kesulitan membaca, walaupu mereka memiliki intelegensi rata-rata. (Miller-medzon, 2000). Mungkin berbakat, tapi mereka mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, menghitung, hingga menghambat mereka dalam prestasi sekolah atau kehidupan sehari-hari. Gangguan belajr merupakan gangguan yang kronis, Karena akan mempengaruhi perkembangan sampai dewasa.
Tipe-Tipe Gangguan Belajar
a)          Gangguan Matematika
Menggambarkan anak yang lemah dalam hal kemampuan aritmatika. Mereka kurang bisa memahami istilah matematika dasar, seperti penjumlahan, pengurangan. Masalah ini mungkin akan terlihat saat anak duduk di kelas 1 SD (6 tahun), tapi pada umumnya tidak dikenali sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD.
b)      Gangguan Menulis
Keterbatasan ini muncul dalam bentuk kesalahan mengeja, tata bahsa, tanda baca, atau kesulitan dalam membuat paragraf. Kesulitan in umumnya tampak saat anak usia 7 tahun (kelas 2 SD).
c)          Gangguan Membaca
Gangguan mambaca( disleksia), mengacu pada anak yang mengalami gangguan pemahaman mengenali kata-kata dan bacaan. Disleksia diperkirakan mempengaruhi 4% dari anak-anak usia sekolah (APA,2000).  Disleksia biasanya tampak pada anak usia 7 tahun ( kelas 2 SD). Mereka mungkin salah mempersepsikan huruf  seperti jungkir balik(contoh antara huruf W dan M).Gangguan ini lebuh banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak laki-lakidengan gangguan disleksia sering menunjukan perilaku mengganggu di kelas daripada anak perempuan, sehingga lebih besar kemungkinan untuk menjalani evaluasi.

Intervensi dalam Ganguan Belajar:
a)          Model psikoedukasi
Pendekatan ini menekankan kekuatan dan preferensi anak daripada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang diduga mendasarinya. Misalya seorang anak menyimpan informasi auditorilebih baik dari visual, akan diajar secara verbal, misalkan menggunakan pita, bukan materi visual.
b)        Model behavioral
Model ini mengasumsikan bahwa untuk bisa belajar dengan efektif, seorang harus belajar mengenali huruf, menghubungka suara dengan huruf, kemudian mengkombinasikan huruf dan suara menjadi kata dan seterusnya.
c)        Model medis
Penanganan harus diarahkan pada patologi yang mendasarinya bukan pada ketidak mampuan dalam belajar.
d)       Model neurpsikologi
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan defisit dalam pengolahan informasi yang mempunyai dasar biologis.
e)        Model Linguistik
Pendekatan ini berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, Seperti kegagalan mengenali suara dak kata yang saling dikaitkan untuk menghasilkan arti, yang menimbulkan masalah dalam mengeja,membaca, menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.
f)         Model kognitif
Model ini berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran mereka ketika mereka belajar akademik.. Dalam perspektif ini anak dibantu utuk belajar:
1)      Mengenali sifat dari tugas belajar
2)      Menetapkan strategi masalah yang efektif untuk menyelesaikan tugas .
3)      Memonitor tugas mereka.

4.         Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi meliputi, kesulitan dalam pemahaman atau penggunaan bahasa. Ketegori dari gangguan komunikasi:
1)          Gangguan bahasa ekspresif; melibatkan hendaya dalam penggunaan bahasa verbal, spertikosa kata yang lambat, kesalahan dalam tata bahasa, kesulitan mnegingat dan kesulitan kembali mnegingat kata-kata.
2)          Gangguan bahasa responsive; mengacu padaanak yang memiliki kesulitan baik dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal. Kasus ini ditandai oleh kesulitan memahami kata dan kalimat sederhana (seperti jauh dekat).
3)          Gangguan fonologik; melibatkan kesulitan dalam artikel suara dalam berbicaratanpa adannya kerusakan pada mekanisme bicara atau hendaya neurologis.

6.         Gangguan Pemusatan Perhatian dan Perilaku Bermasalah
Kategori gangguan ini mengacu pada masalah perilaku yang sangat beragam, termasuk gangguan attention-deficit hyperactive (ADHD), gangguan tingkah laku (CD), dan gangguan sikap menentang (ODD). Gangguan-gangguan ini menimbulkan masalah sosial dan biasanya lebih merugikan orang lain dari pada anak-anak yang menerima diagnosisi ini. Walaupun terdapat perbedaan antara gangguan-gangguan ini, tingkat terjadinya beberapa gangguan ini secara bersamaan amat tinggi (Jensen, Martin, & Cantwell, 1997).

a)        Gangguan Attention-Deficit Hyperactive (ADHD)
ADHD merupakan gangguan perilaku yang ditandai oleh aktivitas motorik berlebih dan ketidakmampuan untuk memfokuskan perhatian.
Pada gangguan ADHD, anak memperlihatkan impulsivitas, tidak adanya perhatian, dan hiperaktivitas yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
ADHD dibagi menjadi 3 subtipe: tipe prodominan tidak adanya perhatian, tipe prodominan hiperaktif/impulsif, dan tipe kombinasi yang ditandai dengan adanya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas tingkat tinggi (APA, 2002). Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali ketika anak berada di sekolah dasar.
Ciri-ciri diagnostik dari ADHD:
l  Kurangnya perhatian : gagal memperhatikan detail, melakukan kecerobohan, sering lupa melakukan aktivitas sehari-hari, dll.
l  Hiperaktivitas : pola perilaku abnormal yang ditandai oleh kesulitan mempertahankan perhatian dan kegelisahan yang ekstrim. Ciri-cirinya: tangan atau kaki bergerak gelisah di kursi, berlarian, dan kesulitan bermain dengan tenang.
l  Impulsivitas : sering berteriak di kelas, dan tidak bisa menunggu giliran dalam suatu aturan, permainan, dsb.
Walaupun anak-anak ADHD cenderung memiliki inteligensi rat-rata atau di atas rata-rata, mereka seringkali berprestsi di bawah potensinya di sekolah. Mereka kemungkinan besar memiliki kesulitan belajar, mengulang kelas, dan ditempatkan dalam kelas khusus (Faraone dkk, 1993). Mereka juga lebih sering mengalami luka fisik dan masuk rumah sakit dibandingkan teman-teman sebayanya ("Children with Hyperactivy 2001; Leibson dkk, 2001). Mereka juga cenderung lebih beresiko mengalami gangguan mood, kecemasan, dan masalah dalam hubungan dengan anggota keluarga (Biederman dkk., 1996a,b ). Anak-anak dengan ADHD lebih besar kemungkinannya untuk gagal dalam mengemban tugas, diskors dari sekolah, dan membutuhkan dari interverensi lanjutan selama masa remaja, dibandingkan teman-teman sebaya lainnya (Lambert dkk., 1987).
Faktor keluarga menjadi penyebab ADHD, seperti konflik orang tua-anak, konflik perkawinan yang negatif, dan interaksi orang tua-anak yang penuh dengan paksaan. Selain itu, faktor-faktor lingkungan dan interaksi genetis-lingkungan juga memegang peranan penting (Bradley & Golden, 2001).
Pendekatan penangan ADHD dapat menggunakan terapi obat (Ritalin atau obat stimulan lain), terapi kogitif-behavioral untuk membantu mengembangkan perilaku yang lebih tepat dan keterampilan memperhatikan.


b)        Gangguan Tingkah Laku (CD)
Gangguan tingkah laku adalah gangguan psikologis pada anak-anak dan remaja yang ditandai oleh perilaku bermasalah dan antisosial yang melanggar norma-norma sosial yang melanggar hak orang lain. Gannguan tingkah laku bersifat kronis dan persisten (Lahey dkk., 1995).
Ciri-ciri anak yang yang mengalami gangguan tingkah laku, dia akan secara sengaja bertindak agresif dan kasar, tidak punya perasaan dan tidak memiliki rasa bersalah terhadap kelakuan buruk mereka. Anak dengan gangguan tingkah laku sering memilki gangguan atau masalah perilaku lain, termasuk ADHD, menarik diri secara sosial dan depresi mayor (Lamber dkk., 2001).
CD biasanya disebabkan oleh pengasuhan yan buruk, seperti kurangnya reinforcement untuk perilaku yang tepat. Maka pendekatan penanganannya dengan memberi pelatihan kepada orang tua untuk membantu menggunakan reinforcement secara lebih tepat.

c)        Gangguan Sikap Menentang (OOD)
Gangguan sikap menentang (OOD) ditandai oleh perilaku negatif dan menentang sebagai respon terhadap perintah dari orang tua, guru, atau figur otoritas lain. Anak-anak OOD dapat bersikap dengki atau dendam kepada orang lain, tetapi biasanya tidak menunjukkan perilaku kasar, agresif, dan nakal seperti pada gangguan tingkah laku.
Faktor penyebab OOD kemungkinan komponen genetis dan abnormalitas otak ringan yang diasosiasikan dengan ADHD.sebagian ahli yakin bahwa sikap menentang merupakan ekpresi dari temperamen anak yang digambarkan sebagain tipe "anak yang yang tidak teselesaikan atau kontrol orang tua yang terlalu ketat dapat menjadi akar dari gangguan ini. Teoritikus psikodinamika melihat OOD sebagai tanda dari fiksasi dari masa anal perkembangan psikoseksual, ketika konflik di antara orang tua dan anak mungkin muncul pada toilet training. Konflik-konflik yang tersisa mungkin diekspresikan dalam bentuk dalam bentuk menentang tehadap harapan-harapan orang tua (Egan,1991). Teoritikus belajar melihat perilaku menentang muncul akibat penggunaan strategi reinforcement yang tidak tepat dari orang tua.

7.         Kecemasan dan Depresi
Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak. Namun kecemasan dianggap tidak normal jika berlebihan dan menghambat fungsi akademik dan sosial atau menjadi menyusahkan atau persisten.
Gangguan kecemasan yang umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja mencakup fobia spesifik, fobia sosial, dan gangguan kecemasan menyeluruh.
a)        Gangguan Kecemasan akan Perpisahan
Gangguan kecemasan akan perpisahan merupakan gangguan pada anak-anak yang ditandai oleh ketakutan yang berlebihan akan perpisahannya dari orang tua atau pengasuh lainnya. Gangguan ini didiagnosis jika kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Ciri-ciri dari gangguan ini adalah mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan (seperti pada hari-hari sekolah),temper tantrum bila orang tua akan pergi. Ganguan ini dapat berlangsung sampai dewasa, menyebabkan perhatian yang berlebihan pada keselamatan ank-anak dan pasangan, serta kesulitan menoleransi perpisahan apapun dari mereka.
Perspektif tentang gangguan gangguan kecemasan di masa kanak-kanak, menurut teoretikus psikoanalisis merupakan kecemasan-kecemasan dan ketakutan pada masa kecil, seperti yang terjadi pada orang dewasa, melambangkan konflik-konflik yang tidak disadari. Teoretikus kognitif memfokuskan pada peran bias-bias kognitif yang mendasari reaksi kecemasan, seperti mengharapkan hasil-hasil yang negatif, self-talk yang negatif, dan menginterpretasikan situasi-situasi yang tidak jelas sebagai mengancam.
Teoretikus belajar menyatakan bahwa munculnya kecemasan menyeluruh dapat menyentuh tema-tema yang luas, seperti ketakutan akan penolakan atau kegagalan yang dibawa pada berbagai situasi. Ketakutan terhadap penolakan yang tidak kuat dapat digeneralisasikan pada hampir seluruh area interaksi sosial san prestasi. Faktor genetis dapat pula memegang peranan dalam kecemasan akan perpisahan dan gangguan kecemasan lain.
Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan teknik-teknik kognitif seperti menggantikan self-talk yang menimbulkan kecemasan dengan self-talk yang bersifat coping msalah juga membantu. Pendekatan kognitif-behavioral telah memberikan hasil-hasil yang mengagumkan dalam menangani gangguan kecemasan di masa kanak-kanak (Baret dkk., 2001; Beidel, Turner & Morris, 2000; Braswell & Kendall, 2001), serta penangan dengan obat-obatan  flufoxamine (Luvox).

b)        Depresi pada Masa kanak-kanak dan Remaja
Anak-anak dan remaja dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan bipolar dan depresi mayor. Seperti o rang dewasa yang depresi, anak-anak dan remaja ini memiliki perasaan tidak berdaya,pola berpikir yang lebih lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri sehubungan dengan kejadian-kejadian negatif, self esteem, self-confidance, dan persepsi akan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang tidak depresi (Lewinsohn dkk., 1994; Kovacs, 1996).
Anak-anak dan remaja yang mengalami depresi sering melporkan adanya episode kesedihan dan menangis, merasa apatis, sulit tidur, lelah, dan kurang nafsu makan. Mereka juga memiliki pikiran-pikiran untuk bunuh diri dan bahkan mencoba untuk bunuh diri. Di antara para remaja, agresivitas dan perilaku seksual yagn berlebihan juga dapat menjadi tanda adanya depresi.
Anak-anak yang depresi mungkin gagal dalam melabel perasaan mereka sbagai depresi atau menunjukkan perilaku yang menyelubungi depresi, seperti CD dan keluhan fisik. Anak-anak yang depresi kadang kurang memiliki berbagai ketrampilan, termasuk ketrampilan akademik, atletik, dan sosial (Seroczynski, Cole & Maxwell, 1997).
Depresi pada anak jarang terjadi dengan sendirinya. Mereka umumnya memiliki gangguan psikologis  lain, terutama gangguan keceamasann dan CD atau ODD (Hammen & Compas, 1994). Secara keseluruhan, depresi masa kanak-kanak meningkatkan kesempatan anak untuk mengembangkan gangguan psikologis lain paling tidak dalam 20 bagian.
Penangan dalam mengatasi depresi pada masa anak-anak dan remaja dapat dilakukan dengan terapi kognitif-behavioral, yang biasanya melibatkan model ketrampilan coping dimana anak-anak dan remaja memmperoleh pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan pemecahan masalah, dan cara-cara meningkatkan frekuensi dari aktivitas yang menyenangkan serta mengubah gaya berpikir depresi. Di samping itu, terapi keluarga dapat bermanfaat dalam membantu keluarga memecahkan konflik-konflik dan mengatur kembali hubungan mereka sehingga anggota keluarga dapat menjadi lebih suportif satu sama lain. Obat anti depresan juga efektif dan aman untuk menangani depresii pada anak.
Faktor-faktor risiko dari bunuh diri pada remaja meliputi gender, usia, geohrafi, ras, depresi, perilaku stres, penyalahgunaan obat, dan penularan sosial.

8.        Ganguan Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan masalah hendaya dalam kontrol terhadap buang air kecil (enuresis) dan buang air besar (enkopresis) yang tidak berhubungan dengan penyebab organik. Kedua gangguan tersebut lebih umum terjadi pada anak laki-laki.
a)        Enuresis
Enuresis berasal dari bahasa Yunani en-, yang berarti “di dalam” dan auron,yang berarti “urine”. Enuresis adalah kegagalan mengontrol BAK setelah seseorang mencapai usia “normal” untuk mampu melakukan kontrol. Enuresis diperkirakan mempengaruhi 7% anak laki-laki dan 3% anak perempuan usia 5 tahun. Gangguan ini biasanya hilang dengan sendirinya pada usia remaja atau sebelumnya, walaupun pada 1% kasus masalah ini berlanjut sampai dewasa (APA, 2000).
Enuresis dapat terjadi selama tidur malam saja, selama anak terjaga saja, atau keduanya. Enuresis saat tidur malam saja adalah tipe yang paling umum, dan enuresis yang muncul saat tidur disebut mengompol.
Ciri-ciri diagnostik dari Enuresis
l  Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik disengaja maupun tidak).
l  Usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan yang setara).
l  Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan, atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi atau distres.
l  Gangguan ini tidak memiliki dasar organik.
Perspektif Teoretis. Teori psikodinamika mengemukakan bahwa enuresis dapat mempresentasikan ekspresi kemarahan terhadap orang tua karena pelatihan BAK dan BAK yang keras. Teoretikus belajar menekankan bahwa enuresis muncul paling sering pada anak-anak dengan orang tua yang mencoba melatih mereka sejak usia dini. Kagagalan pada masa awal dapat menghubungkan kecemasan dengan usaha untuk mengontrol BAK.
Enuresis primer, ditandai oleh mengompol yang terus menerus dan tidak pernah mampu untuk mengontrol BAK, diturunkan secara genetis. Enuresis sekunder tampak pada anak-anak yang memiliki masalah setelah mampu mengontrol BAK dan diasosiasikan dengan mengompol secara berkala.
Penanganan.  Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak menjadi dewasa. Metode behavioral mengondisikan anak-anak untuk bangun bila kandung kemih mereka penuh. Salah satu contohnya adalah metode bel dan bantalan dari Mowrer. Caranya adalah dengan meletakkan bantalan di bawah anak yang sedang tidur. Bila bantalan basah, sirkuit listrik menutup menyebabkan bel berbunyi dan membangunkan anak yang masih tidur.setelah beberapa kali pengulangan, anak-anak belajar untuk bangun sebagai respon dari tekanan kandung kemih sebelum mereka mengompol. Teknik ini biasanya dilakukan dengan metodeclassical conditioning.
Terapi obat dapat dilakukan dengan menggunakan flufoxamine, sebuah SSRI tipe anti depresan, bekerja pada sistem otak yang mengontrol BAK.

b)        Enkopresis
Enkopresis berasal dari bahasa Yunani en- dan kopros,  yang artinya “feses”. Enkopresis adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar yang bukan disebabkan oleh masalah organik. Anak harus memiliki usia kronologis minimal 4 tahun, atau pada anak-anak dengan perkembangan yang lambat, usia mentalnya minimal 4 tahun (APA, 2000). Sekitar 1% dari anak usia 5 tahun menederita enkopresis. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Enkopresis jarang terjadi pada usia remaja kecuali mereka yang mengalami retardasi mental yang parah atau intens. Faktor-faktor predisposisi yang mungkin diantaranya adalah toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap dan sumber stres psikologis, seperti kelahiran saudara sekandung atau mulai bersekolah.
Soiling (mengotori), tidak seperti enuresis, lebih sering terjadi pada siang hari. Hal ini akan memalukan bagi anak. Anak-anak membuat jarak dengan teman-temannya atau pura-pura sakit agar bisa tinggal di rumah.
Metode operant conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling. Disini diberikan reward (dengan pujian atau cara-cara lain) untuk keberhasilan usaha self-control dan hukuman untuk ketidaksengajaan (misanya, dengan memberi peringatan agar lebih memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta anak untuk membersihkan pakaian dalamnya). Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi. Jenis-jenis perilaku abnormal padaanak antara lain: gangguan perkembangan pervasif, retardasi mental, gangguan belajar, gangguan komunikasi, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku bermasalah, kecemasan dan depresi, gangguan eliminasi.




DAFTAR PUSTAKA

Nevid, Jeffrey s., dkk. 2003. Psikologo Abnormal II. Jakarta:Erlangga.